Ali disisi Rasulullah Seperti Musa dg Harun hanya Tak ada Nabi Lagi Setelahnya

10 November 2010

MA’AD/HARI KEBANGKITAN VI (M. Taqi Mizbah Yazdi)

 

PELAJARAN 50

Hari Kiamat menurut Al-Qur’an

Dengan mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an, kita dapat memahami bahwa pada tahap pertama kehidupan alam akhirat bukan dihidupkannya kembali manusia, tetapi terjadi per-ubahan yang menyeluruh di dalam sistem dan hukum alam semesta, lalu terjadilah alam akhirat yang memiliki ciri-ciri khas yang tidak mungkin dapat kita ketahui secara detail. Dan nyatanya, kita tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hal itu. Ketika hari itu terjadi, seluruh umat manusia akan dibangkitkan secara bersamaan, dari manusia pertama yang diciptakan Allah SWT sampai manusia terakhir, agar mereka semua dapat melihat akibat dan hasil dari perbuatan mereka di dunia ini, yang kemudian mereka akan menempati surga atau neraka selama-lamanya.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan masalah ini banyak sekali, sementara pembahasan tentangnya memerlukan waktu dan tempat yang cukup, untuk itu pada kesempatan ini kami akan menjelaskannya secara singkat saja.


Kondisi Bumi, Laut dan Gunung
Ketika Hari Kiamat tiba, terjadi goncangan bumi yang luar biasa dahsyat. Bumi ini memuntahkan seluruh isi perutnya ke luar, berhamburan dan hancur berantakan. Lautan meluap dan terbelah. Gunung-gunung bergerak dan berguncang keras, kemudian pecah beserpihan bagaikan butir-butir pasir yang berserakan, beterbangan bagaikan kapas-kapas yang bertebaran di udara. Gunung-gunung yang menjulang tinggi itu pun tak ubahnya dengan fatamorgana, tak lagi meninggalkan bekas keperkasaannya.[1]
Kedaaan Langit dan Bintang-bintang
Al-Qur’an memberikan gambaran tentang keadaan benda-benda langit ketika Hari Kiamat tiba. Bahwa bulan, matahari, bintang-bintang yang begitu besar, bahkan sebagian bintang-bintang itu lebih besar dari bumi yang kita tempati ini, yang lebih terang jutaan kali lipat dan sinarnya dari matahari yang kita lihat, semua itu akan hancur dan sinarnya menjadi pudar lalu padam. Segala gerak, tatanan dan aturannya menjadi hancur. Matahari bertabrakan dengan bulan. Adapun langit yang kita lihat akan bergoncang, terbelah dan hancur. Gugusan langit akan luluh bagaikan barang-barang tambang yang diluluhkan dan mencair. Alam ini dipenuhi dengan asap tebal dan awan gelap.[2]
Jerit Kematian
Dalam kondisi seperti itu, ditiuplah sangkakala, jerit kematian pun menyeruak ke seluruh jagad. Ketika itu, seluruh manusia dan makhluk hidup mengalami kematian. Tidak sesuatu pun yang tersisa di dunia ini. Pada detik-detik peristiwa itu terjadi, seluruh manusia merasa ketakutan dan panik. Mereka goncang dan kebingungan, kecuali orang-orang mukmin yang memahami hakikat wujud ini, segala hikmah dan rahasianya, hati mereka tenggelam dalam makrifat dan mahabbah (cinta) kepada Allah SWT.
Jerit Kebangkitan dan Permulaan Kiamat
Setelah peristiwa itu terjadi, alam akhirat pun memasuki babak baru; alam yang memiliki potensi untuk kekekalan dan keabadian.Nur Ilahi memancarkan sinarnya, jeritan kebangkitan menggema, nusyur segera berlangsung, seluruh umat manusia serta binatang-binatang pun dihidupkan kembali hanya dengan sekejap saja. Seluruh manusia diliputi kebingungan dan goncangan jiwa yang dahsyat bagaikan kupu-kupu yang beterbangan tanpa arah.
Kini, mereka berada di satu tempat yang agung, berdiri di hadapan Tuhan Yang Mahabesar untuk dilakukan hisab dan perhitungan amal atas masing-masing. Seluruh manusia dikumpulkan. Bahkan, sebagian mereka mengira bahwa mereka berada di alam barzakh hanya sekejap atau sehari saja.
Kerajaan Allah dan Terputusnya Sebab dan Nasab
Di alam baru itu tersingkaplah segala hakikat. Kerajaan dan kekuasaan seluruhnya hanya milik Allah. Seluruh umat manusia menjadi ketakutan dan tidak seorang pun yang berani atau mampu berkata-kata dan mengangkat suara. Mereka tenggelam di dalam pikiran masing-masing; tentang nasib dan perjalanan akhir mereka. Bahkan, anak akan lari dan tak peduli lagi akan ayah dan ibunya. Sanak keluarga satu sama lainnya saling meninggalkan, hubungan nasab dan keturunan pun menjadi terputus tak lagi berarti. Hubungan kekerabatan dan persahabatan yang dibina berdasarkan keuntungan materi, duniawi dan hawa nafsu berubah menjadi permusuhan satu sama lainnya. Seluruh jiwa manusia dipenuhi oleh penyesalan dan kerugian terhadap apa yang telah mereka lakukan di dunia.[3]
Mahkamah Keadilan Ilahi
Kemudian, dibentuklah Mahkamah Keadilan Ilahi, segala amal perbuatan seluruh manusia pun dihadirkan. Lembaran amal dibagi-bagikan, setiap amal dibukakan di hadapan masing-masing pelakunya sebegitu jelas sehingga tidak lagi memerlukan pemeriksaan terhadap amal tersebut.
Di dalam mahkamah ini, dihadirkan para malaikat, para nabi dan hamba-hamba pilihan sebagai saksi-saksi atas berbagai amal tiap-tiap manusia. Bahkan tangan, kaki dan kulit tubuh pun akan berbicara dan menjadi saksi atas perbuatan seseorang. Seluruh manusia akan dihisab secara teliti. Segenap perbuatan mereka akan ditimbang dengan timbangan (mizan) Ilahi. Seluruhnya akan diadili berdasarkan Keadilan Ilahi, dan masing-masing diri akan melihat hasil perbuatannya.
Secara khusus, orang-orang saleh akan dilipatgandakan ganjarannya. Mereka yang membawa amal kebajikan akan mendapatkan balasan sepuluh kali lipat. Di sana, seseorang tidak akan menanggung dosa dan perbuatan orang lain. Sementara mereka yang tersesat dan menyesatkan orang lain akan menanggung kesesatan orang lainnya yang disesatkannya itu, selain menerima balasan atas perbuatan mereka sendiri, tanpa kurang sedikitpun.
Pengorbanan seseorang untuk orang lain pada saat itu tidak akan berarti. Bahkan, syafa'at dan pertolongan seseorang pun tidak akan diterima, kecuali syafa'at orang-orang yang diizinkan oleh Allah SWT mereka dapat memberikan syafa'at sesuai dengan timbangan-timbangan yang diridhai Allah SWT.[4]
Menuju ke Tempat Abadi
Setelah pengadilan itu selesai, tibalah babak berikutnya, diumumkanlah keputusan Ilahi. Orang-orang yang saleh dipisahkan dari orang-orang yang durhaka. Kaum mukmin menuju ke surga firdaus dengan wajah yang berseri-seri dan penuh gembira. Sinar Ilahi memancar dan mengantarkan mereka ke tempat keabadian surgawi. Sedangkan orang-orang kafir dan kaum munafik digiring ke neraka jahanam dalam keadaan terhina. Wajah mereka hitam dan kotor, berjalan di dalam kegelapan. Ketika itu, orang-orang munafik berkata kepada orang-orang yang beriman, “Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman, ‘Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu.’ Ketika itu dikatakan kepada mereka, 'Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya untukmu.” Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang yang beriman) seraya berkata, ‘Bukankah kami dahulu bersama-sama kalian?’ Mereka menjawab, ‘Benar, akan tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu kehancuran kami dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah, dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh setan yang amat menipu.' Maka pada hari ini tidak diterima tebusan darimu dan tidak pula dari orang-orang kafir. Tempat kamu adalah neraka, itulah tempat berlindungmu dan seburuk-buruknya tempat kembali bagimu.” (QS. Al-Hadid:13-15)
Ketika orang-orang mukmin telah mendekati surga, dibukakan pintu untuk mereka. Para malaikat rahmat pun menyambut kedatangan mereka seraya mengucapkan selamat dengan penuh hormat, dan memberi kabar gembira kepada mereka akan kebahagiaan yang abadi.[5]
Akan tetapi, tatkala orang-orang kafir dan munafik itu sampai di neraka jahanam, terbukalah pintu di hadapan mereka, dan para malaikat azab mencaci-maki mereka dengan kasar dan penuh kedengkian. Mereka diancam dengan siksa pedih selama-selamanya.
Surga
Di dalam surga, terdapat taman yang membentang, seluas langit dan angkasa, dipenuhi oleh aneka ragam pepohonan dengan bermacam-macam buahnya yang sudah matang dan mudah dipetik. Di dalam taman itu juga terdapat tempat isitirahat dan bersenang-senang yang sangat luas dan indah, sungai-sungai dengan airnya yang sejuk, susu, madu dan minuman yang bersih dan segar. Apa pun yang mereka inginkan tersedia di dalamnya. Bahkan lebih dari apa yang mereka inginikan.
Pakaian penduduk surga terbuat dari sutra, sundus dan istabrak (jenis sutra) yang dihiasi dengan bermacam-macam hiasan yang indah. Mereka duduk bersandaran di atas dipan-dipan dan kasur-kasur yang empuk sambil berhadap-hadapan. Tidak terdengar suara apapun dari penduduk surga selain puji dan syukur kepada Allah SWT. Mereka tidak pernah berbicara dengan kata-kata yang sia-sia dan kotor, mereka pun tidak mendengar hal yang serupa. Mereka tidak diganggu oleh rasa dingin atau pun panas, tidak mengenal rasa sakit, lelah dan bosan, tidak juga rasa sedih dan takut. Hati mereka bersih, tidak sedikit pun tergores rasa dengki dan iri.
Para pelayan anak-anak kecil senantiasa melingkari mereka bagaikan mutiara-mutiara yang tersimpan rapih, begitu indah dan menakjubkan. Mereka menyajikan gelas-gelas yang berisikan minuman surgawi nan lezat dan membangkitkan semangat yang tak terbayangkan. Tidak ada bahaya dan rasa sakit apa pun. Mereka dapat menikmati berbagai macam buah dan daging burung.
Di dalam surga, kaum laki-laki mendapatkan pelayanan terbaik dari isteri-isteri yang cantik, suci dari segala aib dan sangat mencintai suami-suaminya. Lebih dari itu semua, mereka pun memperoleh kenikmatan ruhani dan keridhaan Ilahi. Mereka senantiasa mendapat kasih sayang dan kelembutan dari Tuhan Yang Mahakasih, sehingga mereka hanyut dalam kebahagiaan dan kedamaian yang tidak seorang pun dapat menggambarkannya. Sungguh kebahagiaan yang tidak ada bandingan. Segala kenikmatan yang tidak mungkin terbayangkan, dan rahmat, keridhaan serta kedekatan diri di sisi Allah, semua itu abadi dan tak terbatas.
 

PELAJARAN 51

Perbandingan antara Dunia dan Akhirat

Setelah mengetahui sebagian ciri-ciri khas alam akhirat melalui dalil akal dan wahyu, kita dapat mengadakan perbandingan antara alam dunia dan alam akhirat dari beberapa sisi yang berbeda. Beruntung bila ternyata Al-Qur’an melakukan perbandingan ini. Maka itu, kita dapat menggunakan ayat-ayatnya untuk menilai kehidupan dunia dan akhirat secara akurat, dan menerangkan keutamaan alam yang kedua.
Kefanaan Dunia dan Keabadian Akhirat
Perbedaan pertama yang tampak jelas antara alam dunia dan alam akhirat ialah bahwa usia dunia ini sangatlah terbatas dan sementara, sedangkan akhirat bersifat kekal dan abadi. Kita amati bahwa manusia di alam dunia ini memiliki usia dan ajal tertentu, yang pada suatu saat—lambat atau cepat—akan mengalami kematian. Meskipun seseorang dapat hidup dalam usia ratusan atau ribuan tahun di dunia ini, kelak suatu saat hayatnya akan berakhir juga. Dunia ini akan mengalami perubahan yang menyeluruh ketika ditiupkan shur (sangkakala) pada tiupan pertama, sebagaimana telah dijelaskan pada pelajaran yang lalu. Dari sisi lain, kita temukan lebih dari 80 ayat yang menunjukkan bahwa akhirat itu kekal dan abadi. Sudah pasti bahwa sesuatu yang terbatas—meski usianya sebegitu panjang—jika dibandingkan dengan sesuatu yang tidak terbatas, tidaklah berarti apa-apa.
Dengan demikian, alam akhirat itu jauh lebih utama dibandingkan dengan alam dunia ini dari sisi kekekalannya. Kesimpulan ini juga didukung oleh ayat Al-Qur’an yang sangat banyak jumlahnya dan dengan ungkapan yang beragam, seperti bahwa akhirat itu abqa (lebih kekal), dan bahwa harta kekayaan dunia itu sedikit. Sedang ayat lainnya menegaskan kehidupan di dunia tak ubahnya tumbuh-tumbuhan yang hanya bisa hidup beberapa hari saja lalu mulai menguning dan layu, akhirnya ia kering dan punah. Allah SWT berfirman, “Apa yang ada di sisimu itu akan sirna. Sedang apa yang ada di sisi Kami akan tetap kekal.”
Perbedaan Nikmat dan Azab di Akhirat
Perbedaan utama lainnya antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat ialah bahwa kenikmatan dunia itu bercampur dengan rasa lelah dan payah. Kita tidak menemukan sekelompok orang yang hidup di dunia ini yang senantiasa mengalami kesedihan, kesengsaraan dan siksaan di setiap bidang dan waktu. Bahkan seluruh manusia itu hidup—sedikit banyaknya—mendapatkan kenikmatan, kesenangan dan kebahagiaan, sebagaimana pula ia mengalami kesedihan, ketakutan dan kesengsaraan.
Adapun alam akhirat terbagi kepada dua bagian yang masing-masing mempunyai ciri-ciri khas, yaitu surga dan neraka. Di surga tidak terdapat siksa, kelelahan, kepayahan, ketakutan dan kesedihan sedikit pun, sebagaimana di neraka itu hanyalah api, rasa sakit, kerugian, penyesalan dan keresahan. Sudah pasti kelezatan, kepayahan dan rasa sakit di akhirat jauh lebih besar dibandingkan dengan kelelahan dan kenikmatan dunia. Al-Qur’an pun telah memaparkan perbandingan ini dan menjelaskan perbedaan keduanya. Dikatakan bahwa kenikmatan ukhrawi dan kedekatan kepada Allah itu lebih utama dibandingkan dengan kenikmatan dunia. Al-Qur’an pun menjelaskan siksa akhirat yang jauh lebih nista dan keras dari kelelahan dan musibah duniawi apa pun.
Akhirat sebagai Kehidupan Hakiki
Perbedaan penting lainnya antara dunia dan akhirat adalah bahwa kehidupan dunia itu merupakan mukadimah bagi kehidupan akhirat, sebagai sarana untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang sesungguhnya. Karena kehidupan dunia, meskipun nikmat-nikmat materi dan maknawinya itu dituntut oleh manusia, namun melihat kenyataan bahwa kehidupan dunia itu hanyalah tempat ujian dan jalan untuk meraih kesempurnaan hakiki dan kebahagiaan abadi, kehidupan dunia itu bukanlah yang sejati. Yang sejati adalah bahwa manusia itu menyiapkan bekal untuk kehidupannya di akhirat kelak.
Maka itu, siapa yang melupakan kehidupan akhirat dan pandangannya hanya terfokus kepada kelezatan dunia, serta ia menganggap bahwa kelezatan dunia itu merupakan tujuan terakhirnya, berarti ia belum mengetahui nilai akhirat secara baik. Bahkan ia menduga bahwa dunia itu mempunyai nilai sendiri, karena ia menempatkan sarana sebagai tujuan. Sebenarnya usaha dan penilaiannya itu adalah sia-sia dan penipuan atas diri sendiri. Oleh karena itu, Al-Qur’an menganggap kehidupan dunia ini sebagai permainan, sia-sia dan tipu daya, serta mengangkat akhirat sebagai kehidupan yang hakiki dan sejati.
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa hinanya dunia sedemikian itu dalam kaitannya dengan pandangan para pecinta dunia dan orang-orang yang senantiasa hidup dalam kesenangan dunia. Pada dasarnya, kehidupan dunia ini bagi orang-orang yang saleh yang telah mengenal hakikatnya dan memandang dunia ini hanyalah sarana, senantiasa dioptimalkan untuk kebahagiaan mereka yang abadi. Maka, dunia bagi orang-orang seperti ini tidaklah hina dan tercela, malah sebagai sarana yang bernilai besar bagi mereka.
Akibat Mengutamakan Kehidupan Dunia
Setelah kita memahami ciri-ciri khas alam akhirat yang penuh dengan kenikmatan surgawi dan keridaan Ilahi yang jauh lebih mulia dan tinggi nilainya dibandingkan dengan kelezatan duniawi, tidak tersisa lagi keraguan bahwa mengutamakan kehidupan dunia—yang hanya meninggalkan kerugian dan penyesalan—di atas akhirat adalah perbuatan yang bodoh menurut akal sehat. Bodoh, buruk, tercela dan salahnya pilihan tersebut akan lebih nampak ketika kita mengetahui bahwa memilih dan menumpahkan hati pada kelezatannya yang sementara itu bukan saja kendala dalam mencapai kebahagiaan abadi, bahkan dapat menyebabkan kesengsaraan yang abadi pula.
Dengan kata lain, seseorang yang memilih dan mengu-tamakan kelezatan duniawi yang sementara ini untuk meraih kebahagiaan abadi—walaupun sebut saja pilihannya itu tidak membawa dampak buruk pada dirinya di akhirat kelak—ini menunjukkan kebodohan dan kedunguan dirinya, karena ia telah memilih kehidupan dunia dan meninggalkan kelezatan dan kenikmatan akhirat yang bersifat abadi. Yang jelas, tidak seorang pun yang dapat mengelak dari kehidupan abadi. Seseorang yang mengerahkan kesungguhannya demi meraih kehidupan dunia dan kesenangannya dan melupakan atau mengingkari alam akhirat, ia tidak saja jauh dari kenikmatan surga, bahkan akan mendapatkan siksa dan kerugian yang berlipat ganda di jahanam kelak.
Dari sinilah Al-Qur’an menekankan—dari satu sisi—keutamaan nikmat akhirat dan memperingatkan manusia dari tipu-daya dunia. Dari sisi lain, Al-Qur’an memperingatkan keburukan dan bahayanya terikat dengan dunia, melupakan akhirat, mengingkari alam abadi atau ragu tentangnya. Al-Qur’an menekankan bahwa hal-hal semacam ini akan mengakibatkan kesengsaraan dan kehinaan yang abadi. Kelirulah orang yang mengira bahwa mengutamakan dunia itu hanya akan membuat orang kehilangan pahala akhirat saja, namun di samping kehilangan, justru orang seperti ini akan men-dapatkan siksa abadi.
Rahasia dan hikmah di balik itu adalah bahwa orang yang hatinya terpatri pada dunia ini telah menyia-nyiakan anugerah Ilahi sehingga pohon yang hijau dan rindang itu telah menjadi kering dan rontok di tangannya, padahal diharapkan akan mendatangkan buah yang abadi. Ia telah membuat layu pohon itu dan tidak lagi dapat berbuah. Ia tidak peduli kepada pemberi nikmat yang hakiki. Ia menggunakan nikmat Ilahi itu bukan pada jalan yang diridai Allah SWT. Tatkala penyeleweng seperti ini menyaksikan hasil usahanya yang hampa dan merugikan lantaran pilihannya yang buruk, berharap ingin menjadi tanah sehingga dapat terhindar dari bencana besar dan nasib terakhir yang amat menyakitkan.[]
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!
1. Jelaskan perbedaan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat!
2. Terangkan sebab-sebab terhinanya dunia!
3. Jelaskan sisi-sisi buruk keterkaitan hati pada dunia!
4. Mengapa tidak adanya iman kepada akhirat akan mengakibatkan siksa yang abadi?

Tidak ada komentar: