Ali disisi Rasulullah Seperti Musa dg Harun hanya Tak ada Nabi Lagi Setelahnya

10 November 2010

IMAMAH III (MAHDI) (M. Taqi Mizbah Yazdi)

PELAJARAN 40
Imam Mahdi
imammahdi
Pada pembahasan yang lalu, kami telah menyinggung sebagian riwayat yang menyebutkan nama-nama dua belas imam as dan riwayat-riwayat lainnya, baik yang datang dari Ahlusunah maupun dari Syi'ah Imamiyyah, yang sebagiannya hanya menyebutkan jumlah mereka saja.
Dalam beberapa riwayat yang lain terdapat tambahan, bahwa para imam tersebut dari bangsa Quraisy. Beberapa riwayat lainnya menyebutkan bahwa jumlah mereka sebanyak nuqaba' Bani Israil (pengikut setia Nabi Isa as). Ada pula riwayat yang menyebutkan bahwa sembilan orang imam dari mereka itu adalah putra-putra keturunan Imam Husein as. Bahkan dari sebagian hadis Ahlusunah, ada yang menyebutkan nama-nama mereka, satu persatu. Sedangkan riwayat yang terakhir ini termasuk hadis mutawatir pada mazhab Syi'ah Imamiyyah.[1]
Dalam sumber-sumber Syi'ah, banyak sekali hadis yang menjelaskan imamah dan wilayah setiap imam. Sayang sekali, kami kira bukan tempatnya di sini untuk menukilkan hadis-hadis tersebut. Silahkan Anda merujuknya ke kitab-kitab seperti: Bihar Al-Anwar, Ghayat Al-Maram, Istbat Al-Hudat dan selainnya. Untuk itu, pembahasan terakhir mengenai Imamah di dalam kitab ini kami khususkan untuk membahas ihwal imam kedua belas. Pada kesempatan ini pun kami hanya akan membahas poin-poin terpenting.


Pemerintahan Universal Ilahi
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa tujuan utama diu-tusnya para nabi adalah untuk melengkapi syarat-syarat yang harus dipenuhi demi perkembangan, kemajuan dan kesempurnaan manusia secara ikhtiari, bebas dan dengan penuh kesadaran. Dan hal itu bisa terwujud melalui penyampaian wahyu Ilahi kepada umat manusia dan menempatkannya dalam jangkauan mereka. Tujuan lainnya ialah untuk membantu pemberdayaan akal, pengembangan pemikiran, pembinaan ruh dan jiwa seseorang yang memang mempunyai potensi untuk menyempurna.
Lebih dari itu, para nabi yang agung berusaha untuk membentuk masyarakat ideal yang berdiri di atas landasan ibadah (penghambaan diri secara mutlak) kepada Allah SWT, nilai-nilai dan ajaran Islam, serta menegakkan keadilan di muka bumi. Untuk tujuan mulia itu, mereka telah berusaha dengan segenap kapasitas yang mereka miliki, sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang mereka hadapi pada masa dan zaman yang berbeda-beda.
Sejarah mencatat bahwa sebagian dari para nabi itu telah berhasil mendirikan negara dan pemerintahan Ilahi di belahan dunia tertentu atau pada penggalan masa tertentu, walaupun memang kenyataan menunjukkan bahwa tidak seorang pun dari mereka yang berhasil mendapatkan situasi dan kondisi yang memadai untuk menegakkan negara dan pemerintahan Ilahi yang bersifat universal.
Perlu dipahami bahwa tidak terciptanya situasi dan kondisi tersebut bukan berarti bahwa metode dakwah dan ajaran yang mereka emban itu mengandung cacat dan kekurangan, atau terjadi kerancuan di dalam manejemen dan kepemimpinan mereka, tidak juga berarti bahwa misi dan tujuan Ilahi itu tidak terealisasi melalui risalah mereka. Karena pada prinsipnya, tujuan Ilahi hanyalah menyiapkan lahan dan kondisi yang sesuai dengan kebebasan dan hidup manusia.
Dengan kata lain, bahwa tujuan Ilahi hanyalah menyediakan sarana yang sesuai dengan kebutuhan umat manusia untuk mencapai kehidupan yang damai dan bahagia. Sarana itu berupa pengutusan para nabi dan rasul serta penurunan syariat dan ajaran yang sesuai dengan kondisi setiap umat. Dan senyatanya memang hal itu telah terwujud. Adapun keputusan untuk memilih dan mengikuti seruan Ilahi tersebut sepenuhnya dilimpahkan kepada mereka secara bebas. Sehingga dengan terpenuhinya sarana-sarana tersebut, mereka tidak lagi dapat menggugat Allah SWT di Hari Pembalasan kelak. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman, "Agar umat manusia itu tidak lagi mengajukan hujjah dan alasan terhadap Allah setelah diutusnya para rasul." (QS. An-Nisa’: 165)
Dengan demikian jelaslah, bahwa tujuan Allah tidak berarti hendak memaksa umat manusia untuk memeluk agama dan ajaran yang hak dan mengikuti para pemimpin Ilahi. Akan tetapi, Allah SWT telah berjanji—di dalam kitab-kitab samawi—akan menegakkan pemerintahan Ilahi di jagat ini. Janji Allah ini dapat dikatakan sebagai kabar gaib akan terpenuhinya syarat-syarat dan kondisi yang memadai untuk tegaknya satu agama yang hak bagi seluruh umat manusia dalam skala global.
Beberapa Catatan Penting
Pertama, sebagian individu dan kelompok—yang memiliki kelebihan, keunggulan, dan dengan bantuan gaib Ilahi—berhasil menyingkirkan sebagian kendala yang menghambat proses berdirinya pemerintahan universal Ilahi, dan tersebarnya keadilan serta kedamaian pada bangsa-bangsa yang ditindas oleh para penguasa tiran dan mereka pun telah berputus harapan dari berbagai konsep dan metode yang berkuasa.
Kedua, berdirinya pemerintahan (hukumah) Ilahi dan meratanya keadilan dan kedamaian di seluruh penjuru dunia merupakan tujuan utama diutusnya nabi terakhir Muhammad saw dan agama dunia yang kekal, sebagaimana firman Allah SWT, “Demi tegak dan unggulnya agama Islam atas semua ajaran lainnya.” (QS. At-Taubah: 33, Al-Fath: 28, dan Ash-Shaf: 9)
Ketiga, bahwasanya Imamah merupakan pelengkap kenabian dan realisasi falsafah ditutupnya kenabian.
Berdasarkan tiga poin ini, kita dapat menarik sebuah kesimpulan; bahwa tujuan utama diutusnya Nabi saw akan terwujud melalui imam yang terakhir, yaitu Imam Mahdi afs. (Ajjalallah farajahus-syarif!; semoga Allah mempercepat kemunculannya). Konsep mahdawi ini telah disinggung dalam riwayat-riwayat yang mutawatir, yang sangat kuat menopang konsep tersebut.
Berikut ini kami menukil ayat-ayat Al-Qur'an yang membawa janji dan harapan besar akan tegaknya pemerintahan Islam yang bersifat universal tersebut. Setelah itu kami akan menyebutkan sebagian riwayat yang ada hubungannya dengan masalah ini.
Janji Ilahi
Allah SWT berfirman, "Dan telah kami tetapkan di dalam kitab Zabur setelah al-Dzikri (Al-Qur'an) bahwa bumi akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh.” (QS. Al-Anbiya’: 105)
Kandungan yang sama dengan ayat tersebut terdapat pula pada ayat lainnya di dalam surat Al-A'raf ayat 128, yaitu ketika berbicara tentang Musa as Satu hal yang tidak mungkin dapat dibantah dan diragukan lagi adalah bahwa akan tiba suatu hari di mana janji ilahi ini akan terealisasi.
Dalam ayat lainnya telah disinggung kisah Fir'aun yang telah menyebabkan umat manusia di waktu itu hidup sengsara dan tertindas. Allah SWT berfirman, "Dan Kami menghendaki untuk memberikan karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi ini. Dan Kami akan menjadikan mereka sebagai para pemimpin dan menjadikan mereka pula sebagai para pewaris." (QS. Al-Qashash: 5)
Walaupun ayat ini diturunkan berkenaan dengan Bani Israil dan kekuasaan mereka atas berbagai perkara setelah bebasnya mereka dari cengkeraman raja-raja Mesir, akan tetapi ungkapan “wanuridu” (Kami menghendaki) berkenaan dengan kehendak Tuhan yang berlangsung terus. Oleh karena itu, ayat ini sesuai dengan riwayat-riwayat yang menjelaskan kemunculan Imam Mahdi afs.[2]
Pada ayat lainnya, Allah SWT berbicara kepada orang-orang yang beriman lewat firman-Nya, “Sesungguhnya Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berbuat amal saleh, akan menjadikan mereka sebagai khalifah di muka bumi ini, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka sebagai khalifah, dan Dia akan menegakkan bagi mereka agama yang Ia ridlai untuk mereka, dan Dia akan menggantikan rasa takut mereka dengan keamanan, mereka akan menyembah-Ku, tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Dan barang siapa yang kufur setelah itu, maka mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55)
Di dalam sebagian riwayat dijelaskan, bahwa janji Ilahi ini akan terealisasi secara nyata pada masa munculnya Imam Mahdi afs kelak.[3]
Riwayat lainnya bahkan menjelaskan bahwa sebagian ayat seperti: liyudzhirohu 'aladdini kullih, wa yakunud-dinu kulluhu lillah, baqiyyatullahi khoirun lakum, dan selainnya begitu sesuai dengan ihwal Imam Mahdi yang gaib. Demi meringkas buku ini, kami tidak akan menyebutkan riwayat-riwayat tersebut.[4]
Beberapa Contoh Riwayat
Sesungguhnya riwayat-riwayat dari Rasulullah saw yang telah dinukil, baik oleh Syi’ah maupun Ahlusunah, tentang Imam Mahdi afs melebihi batas mutawatir. Bahkan riwayat-riwayat yang hanya dinukil oleh Ahlusunah itu sendiri—sehubungan dengan hal ini—telah melampaui batas mutawatir, sejauh pengakuan sekelompok ulama mereka.[5] Selain mereka, ada sekelompok ulama Ahlusunah yang menganggap bahwa meyakini Imam Mahdi afs termasuk permasalahan yang disepakati oleh seluruh aliran dalam Islam.[6]
Kita temukan pula sebagian ulama Ahlusunah yang telah menulis kitab khusus mengenai Imam Mahdi afs dan tanda-tanda kemunculannya, seperti: Al-Bayan fi Akhbari Shahibiz Zaman, karya al-Hafiz Muhammad bin Yusuf al-Kanji al-Syafi’i yang hidup pada abad VII, Al-Burhan fi Alamati Mahdi Akhiri al-Zaman, karya al-Muttaqi al-Hindi yang hidup pada abad X, dan sebagainya.
Berikut ini kami akan sebutkan beberapa riwayat yang telah dinukil oleh ulama Ahlusunah di dalam kitab-kitab mereka:
1. Rasulullah saw bersabda, "Jika zaman tidak ada yang tersisa lagi kecuali hanya sehari saja, Allah SWT pasti akan mengutus seorang lelaki dari keluargaku untuk mengisi muka bumi ini dengan keadilan sebagaimana telah dipenuhi dengan kezaliman."[7]
2. Riwayat lainnya dari Ummu Salamah, bahwa Rasul saw telah bersabda, "Al-Mahdi adalah dari ‘ithrah dan keluargaku, dan dari putra Fatimah."[8]
3. Ibnu Abbas berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Ali adalah Imam setelahku bagi umatku, dan Al-Qa’im Al-Muntazar adalah putra keturunannya. Apabila ia muncul, ia akan memenuhi muka bumi ini dengan keadilan dan kebijaksanaan sebagaimana ia telah dipenuhi dengan kezaliman dan penindasan."[9]
Kegaiban dan Falsafahnya
Kegaiban (ghaibah) termasuk salah satu keistimewaan imam kedua belas, Imam Mahdi afs. Hal ini sesuai dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahlulbait as. Abdul ‘Azim Al-Hasani meriwayatkan sebuah hadis dari Imam Muhammad Al-Jawad as, dari ayah dan kakek-kakeknya, dari Amirul Mukminin Ali as, beliau bersabda, “Sesungguhnya Al-Qa’im (Imam Mahdi afs) itu dari keturunan kami, ia akan mengalami kegaiban yang sangat panjang masanya, aku melihat orang-orang Syi’ah pada masa kegaibannya itu pergi berlalu-lalang ke sana ke mari mencarinya bagaikan hewan-hewan ternak yang berhamburan mencari tempat perlindungan, namun mereka tidak menemukannya. Ketahuilah, barang siapa di antara mereka yang berpegang teguh pada ajarannya dan hatinya tidak menjadi keras akibat panjangnya kegaiban Imamnya itu, kelak ia akan bersamaku dalam satu derajat pada Hari Kiamat.”
Kemudian beliau melanjutkan, “Sesungguhnya Al-Qa’im itu dari keturunan kami, apabila ia telah bangkit (muncul), ia tidak akan mengadakan baiat dan kompromi kepada seorang penguasa pun. Oleh karena itulah kelahirannya tersembunyi dan sosoknya pun dalam kegaiban."[10]
Diriwayatkan dari Imam Ali Zainal Abidin as, dari ayahnya, dari kakeknya Ali bin Abi Thalib as, bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya Al-Qa’im itu dari keturunan kami, ia akan mengalami dua kali kegaiban; kegaiban yang satu lebih panjang dari yang lainnya. Hanya orang-orang yang kokoh keyakinannya dan benar makrifatnyalah yang akan tetap berpegang teguh kepada Imamahnya."[11]
Dalam rangka membongkar falsafah dan hikmah kegaiban Imam Zaman afs, kita harus menengok dan mengkaji sejarah hidup dan sirah para imam suci as Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa mayoritas umat Islam telah membaiat Khalifah Abu Bakar setelah wafatnya Rasul saw. Kemudian, kekhalifahan jatuh ke tangan Umar, dan setelahnya ke tangan Utsman.
Pada akhir kekuasaan Khalifah Utsman, telah terjadi pemberontakan massa terhadapnya lantaran banyaknya kebusukan dan kerusakan yang timbul dari perlakuan yang tidak adil terhadap rakyatnya. Akhirnya mereka membunuh Ustman. Dan setelah itu, mereka membaiat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
Pada masa kekuasaan tiga khalifah, Imam Ali as yang merupakan khalifah yang sah, yang langsung diangkat oleh Rasulullah saw atas perintah Allah SWT, lebih banyak diam dalam menghadapi penyelewengan-penyelewengan mereka. Hal itu beliau lakukan demi menjaga maslahat kaum muslimin yang baru mengenal Islam. Beliau tidak banyak berbicara kecuali pada hal-hal yang telah lengkap buktinya. Pada sat yang sama, beliau sama sekali tidak lalai untuk selalu berkhidmat dan bekerja keras demi kemaslahatan Islam dan kaum muslimin.
Namun pada masa kekhilafahannya, Imam Ali as terpaksa menghabiskan seluruh masa itu di medan-medan peperangan melawan pasukan 'Aisyah, Muawiyah, dan kelompok Khawarij. Kehidupan beliau pun berakhir dengan syahadah di tangan salah seorang pengikut Khawarij.
Kemudian kita saksikan bagaimana Imam Hasan as mencapai syahadahnya setelah diracun oleh seseorang atas perintah Muawiyah. Dan setelah kematian Muawiyah, anaknya Yazid menduduki kursi kekuasaan dinasti Umayah. Yazid sama sekali tidak mengenal nilai-nilai Islam, tidak pula mengamalkannya. Karenanya, Islam terancam kehancuran pada masa kekuasaannya itu akibat dari perilakunya yang sewenang-wenang. Oleh karena itu, Imam Husein as bangkit demi menegakkan keadilan. Akhirnya, beliau meraih syahadah dalam keadaan teraniaya. Dengan cara demikian itu, beliau telah dapat menyelamatkan Islam dari ancaman kehancuran, karena hanya dengan cara itulah beliau telah berhasil membangkitkan tidur dan kelalaian umat Islam. Hanya saja, kondisi sosial masa itu belum meluangkan untuk menegakkan negara Islam yang adil.
Berangkat dari sinilah para imam suci pascakesyahidan Imam Husein as bekerja keras untuk mengokohkan dasar-dasar akidah, menyebarkan nilai-nilai dan hukum-hukum Islam, dan mendidik jiwa umat yang mempunyai potensi untuk itu. Sesuai dengan kondisi yang dihadapi, para imam itu menggugah masyarakat secara sembunyi-sembunyi untuk memerangi penguasa-penguasa zalim. Di samping itu, mereka menanamkan benih-benih harapan akan munculnya negara Ilahi di seluruh dunia, sampai akhirnya para imam suci itu menemui kesyahidannya, satu persatu.
Dengan usaha yang begitu serius dan gigih, para imam suci as dapat menjelaskan dan menyebarkan hakikat Islam kepada umat manusia dalam tempo dua setengah abad, meski mereka banyak mengalami tantangan yang keras, rintangan yang besar, dan keletihan yang berat. Mereka jelaskan sebagian dari hakikat dan nilai-nilai Islam itu kepada umat manusia secara umum, dan sebagian lainnya hanya kepada pengikut-pengikut setia dan sahabat-sahabat pilihan mereka. Dengan cara seperti itu tersebarlah ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam dengan berbagai sisi dan dimensinya kepada umat manusia. Dan dengan cara itu pula syariat Muhammad saw dapat terjamin kelanggengannya.
Berkat perjuangan para imam suci tersebut terbentuklah kelompok-kelompok kecil di negara-negara Islam yang berani mengadakan perlawanan terhadap para penguasa tiran, dan mereka pun mampu—meskipun dalam bentuk yang terbatas—mengurangi tekanan para penguasa diktator tersebut dalam berbuat aniaya, melakukan penyimpangan-penyimpangan, dan berlaku sewenang-wenang terhadap umat Islam.
Akan tetapi, satu hal yang sangat ditakuti oleh para penguasa zalim dan membuat mereka resah ialah janji Allah akan munculnya Imam Mahdi afs yang berpotensi memusnahkan eksistensi mereka. Oleh karena itulah para penguasa tiran yang hidup semasa dengan Imam Hasan Al-Askari as senantiasa mengawasi beliau dengan sangat ketat untuk dapat membunuh setiap bayi laki-laki yang akan lahir dari keturunannya. Dan kita saksikan bagaimana beliau sendiri menemui kesyahidannya di tangan mereka pada usia yang relatif muda.
Akan tetapi, Hikmah Ilahiyah menghendaki bahwa Al-Mahdi afs telah lahir sebelum wafatnya ayah beliau itu, sebagai janji untuk menyelamatkan dan membebaskan umat manusia. Sebab itulah pada masa hidup ayahnya sampai usianya masuk 5 tahun, tidak seorang pun yang berhasil berjumpa dengannya kecuali hanya beberapa syi'ah pilihan. Dan setelah ayahnya wafat, Imam Mahdi afs menjalin hubungan dengan masyarakat melalui empat orang perantara yang masing-masing berperan sebagai wakil-wakil khusus beliau. Mereka itu adalah Utsman bin Sa'id, Muhammad bin Usman bin Sa'id, Husain bin Ruh dan Ali bin Muhammad As-Samari.
Kegaiban Imam Mahdi afs terhitung sejak kelahirannya hingga wafatnya wakil beliau yang keempat, dinamakan Kegaiban Kecil (ghaibah shugra). Dan setelah itu, mulailah Kegaiban Besar (ghaibah kubra) yang akan berlangsung terus dalam masa yang tidak diketahui, sampai suatu hari kelak umat manusia telah memiliki kesiapan yang cukup untuk menerima pemerintahan Ilahi yang berskala global dan universal. Ketika itulah Imam Mahdi afs akan muncul dengan izin dan perintah Allah SWT.
Dengan uraian singkat di atas dapat kita pahami bahwa hikmah, falsafah dan rahasia kegaiban Al-Mahdi afs adalah demi menjaga keselamatan beliau dari tangan para penguasa tiran. Hikmah dan falsafah lainnya yang telah disinggung oleh sebagian riwayat ialah untuk menempa keimanan umat manusia, dan menguji sejauh mana kesetiaan mereka hingga mampu istiqamah dan bertahan setelah hujjah itu telah sempurna atas mereka.
Dan yang perlu dipahami, bahwa terjadinya Kegaiban Besar pada Al-Mahdi afs. tidak berarti umat manusia itu terhalangi sama sekali dari berkah wujudnya. Beberapa riwayat menjelaskan bahwa kegaiban beliau laksana matahari yang bersembunyi di balik awan, yang pancaran sinarnya masih bisa dimanfaatkan oleh penduduk bumi.[12]
Di samping itu, tidak sedikit orang-orang yang telah mendapat taufik berjumpa dengan Imam Al-Mahdi afs, walaupun beliau menampakkan dirinya sebagai seorang yang tampak asing. Banyak di antara mereka yang mendapatkan berkah dari beliau, seperti terpenuhinya hajat dan teratasinya kesulitan-kesulitan mereka, baik yang sifatnya duniawi atau pun ukhrawi.
Yang jelas, keyakinan pada keberadan dan hidupnya Imam Mahdi afs merupakan faktor penting dan pengaruh yang besar dalam menanamkan ketenangan hati, serta menaruh harapan di tengah-tengah umat manusia, sehingga mereka berusaha untuk memperbaiki diri mereka dan bersiap-siap menyambut kemunculannya.[]
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini !
1. Apakah tujuan akhir dari diutusnya Nabi saw?
2. Bagaimana tujuan ini dapat terwujud?
3. Ayat-ayat apa saja yang memberikan kabar gembira ihwal akan ditegakkannya pemerintahan Islam yang universal?
4. Sebutkan contoh dari riwayat-riwayat Ahlusunah tentang Imam Mahdi afs?
5. Sebutkan contoh dari riwayat-riwayat Ahlu bait asberkaitan dengan kegaiban Imam afs?
6. Jelaskan Kegaiban Kecil dan Kegaiban Besar, serta perbedaan antara keduanya!
7. Apakah manfaat dan berkah yang dapat diambil oleh umat manusia pada masa kegaiban sekarang ini?

[1] Muntakhab al-Atsar fi al-Imam al-Tsani 'Asyar, hal. 10-140.
[2] Lihat Biharul Anwar, jilid 51/54 hadis ke-35.
[3] Ibid, jilid 51/58, 50, 54, 34, 35.
[4] Ibid, jilid 51/ 44–64.
[5] Lihat Ash-Shawai'qul Muhriqah, Ibnu Hajar hal. 99, Nurul Abshar, Syablanji, hal. 155, Is’afu Al-Raghibin hal. 140, dan Al-Futuhat al-Islamiyah, jilid 2/211.
[6] Syarah Nahju al-Balaghah, Ibnu Abil Hadid, jilid 2/535, Sabaiku al-Dzahab, Suwaidi, hal. 78, dan Ghayatu al-Ma’mul, jilid 5 /362.
[7] Shahih Turmudzi, jilid 2/46, Shahih Abu Daud, jilid 2/207, Musnad Ibnu Hanbal, jilid 1/378, Yanabi'ul Mawaddah, hal. 186, 285, 440, 488, 490.
[8] Is’afu al-Raghibin, hal. 134 yang menukil dari kitab Shahih Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Baihaqi.
[9] Yanabi'ul Mawaddah, hal. 494.
[10] Muntakhab Al-Atsar, hal. 251.
[11] Ibid.
[12] Biharul Anwar, Al-Majlisi, jilid 52/ 92.

Tidak ada komentar: