PELAJARAN 31
Nabi Islam
Mukadimah
Puluhan ribu nabi telah diutus sepanjang sejarah hidup manusia di berbagai penjuru dunia. Mereka melakukan tugas dengan sebaik-baiknya dalam memberi petunjuk dan mendidik umat, serta meninggalkan berkah yang besar pada mereka. Para nabi telah mendidik masyarakat atas dasar akidah yang benar dan nilai-nilai yang tinggi yang memiliki pengaruh secara tidak langsung kepada umat lainnya. Bahkan sebagian dari mereka telah berhasil membangun masyarakat mukmin yang berdiri di atas landasan Tauhid dan keadilan. Para nabi itu sendiri berperan sebagai pembimbing dan pemimpin mereka.
Di antara para nabi, ada yang mempunyai keistimewaan di atas yang lainnya. Mereka adalah Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa as, karena Allah SWT telah menurunkan kepada mereka kitab-kitab samawi yang mencakup berbagai hukum yang bersifat individu maupun sosial, berbagai ajaran dan tugas moral, serta undang-undang yang sesuai dengan situasi dan kondisi mereka. Kitab-kitab dan ajaran tersebut berada di tengah mereka, yang darinya mereka mendapatkan arahan menganai kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat.
Namun, ada sebagian kitab-kitab itu hilang sama sekali di sepanjang zaman, ada pula yang telah diselewengkan dan diubah, baik teks maupun maknanya. Akibatnya, agama-agama dan syariat-syariat samawi tersebut menjadi pudar, sebagaimana Taurat Musa as telah mengalami perubahan yang tidak sedikit. Sementara dari Injil Isa as, tidak ada yang tersisa selain yang ditulis oleh para pengikut setia beliau yang mereka kumpulkan atas nama "Kitab Suci".
Seseorang yang secara seksama mencermati Taurat dan Injil (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) yang beredar di masyarakat sekarang ini, akan mengetahui bahwa kitab-kitab itu bukanlah kitab yang diturunkan kepada Isa dan Musa as Karena, Taurat menggambarkan Allah SWT secara antro-pomorfis (kemanusia-manusiaan); Dia tidak mengetahui banyak persoalan[1] dan seringkali menyesali perbuatan-Nya.[2] Atau, ketika Allah bergulat dengan nabi Ya'qub as dan tidak mampu mengalahkannya, Dia memohon kepadanya agar melepaskan-Nya supaya umat manusia tidak melihat Tuhan mereka dalam keadaan tak berdaya.[3]
Selain itu, banyak sekali perbuatan tercela yang dinisbahkan kepada para nabi Allah. Misalnya berzina dengan seorang wanita muhshanah (yang bersuami)—wal'iyadzubillah—dinisbahkan kepada Nabi Daud as.[4] Minum arak dan zina dengan wanita muhrim (orang yang haram untuk dinikahi) dinisbahkan kepada Nabi Luth as.[5] Taurat juga menyebutkan secara rinci ihwal wafat, sakaratulmaut dan tempat wafat Nabi Musa as.[6] Tidakkah kisah-kisah tersebut sudah cukup untuk membuktikan bahwa kitab itu tidak benar jika dinisbahkan kepada Nabi Musa as?
Adapun kitab Injil, kondisinya lebih buruk lagi dari Taurat, karena sampai hari ini tidak ada kitab apapun yang diturunkan kepada Nabi Isa as Bahkan kaum nasrani sendiri tidak mengakui bahwa Injil yang ada saat ini adalah kitab yang diturunkan Allah SWT kepada Isa as, sebab kitab yang beredar pada masa sekarang ini mengandung sebagian tulisan yang dinisbahkan kepada sebagian pengikut beliau. Di samping membolehkan minum khamar, tersebut di dalam kitab itu bahwa membuat khamar termasuk mukjizat Isa as.[7]
Alhasil, wahyu yang diturunkan kepada dua nabi besar kita itu, Isa a. dan Musa as, telah mengalami perubahan dan penyelewengan serta tidak mungkin dijadikan pedoman untuk memberi petunjuk kepada umat manusia. Adapun mengapa dan bagaimana bisa terjadi penyelewengan tersebut, merupakan persoalan yang panjang dan bukan tempatnya untuk dibahas di sini.[8]
Pada abad keenam setelah kelahiran Nabi Isa as, ketika seluruh alam diliputi kegelapan, kejahilan dan kezaliman, dan pelita hidayah Ilahi telah padam di seluruh penjuru dunia, Allah SWT mengutus nabi-Nya yang terakhir dan yang paling utama di satu tempat yang paling terbelakang, mundur dan penuh kezaliman, untuk menerangi seluruh umat manusia dengan obor wahyu sampai akhir masa, untuk menyampaikan Kitab Ilahi yang abadi dan terjaga dari perubahan dan pengubahan kepada seluruh umat manusia, dan untuk mengajarkan ilmu hakiki, kebenaran dari langit, hukum-hukum dan undang-undang Ilahi, serta untuk membimbing seluruh manusia menuju kebahagiaan yang abadi, di dunia dan akhirat.[9]
Imam Ali as di dalam sebuah khutbahnya telah menjelaskan kondisi dunia ketika Rasul saw diutus, "Allah mengutus Rasul-Nya ketika masa para rasul sebelumnya telah jauh berlalu, umat manusia dalam keadaan tidur lelap yang panjang, api fitnah dan kerusakan tersebar di mana-mana, peperangan sedang berkecamuk, maksiat dan kebodohan menyelimuti dunia, angkuh dan congkak tampak jelas, daun-daun pohon kehidupan manusia telah layu menguning dan tidak diharapkan lagi buahnya karena airnya telah kering, sinar hidayah telah lama padam, bendera kesesatan berkibar-kibar, keburukan dunia menyerang umat, ia menampakan wajah masam kepada pencarinya, buahnya adalah fitnah, makanannya adalah bangkai, syiarnya adalah rasa takut dan tempat berlindungnya adalah pedang."[10]
Sejak diutusnya Nabi Muhammad saw, setelah masalah Tauhid, pembahasan tentang kenabian dan risalah beliau serta kebenaran agama Islam merupakan tema yang penting bagi setiap orang yang mencari kebenaran. Dengan terbukti kebenaran hal-hal itu yang melazimkan kebenaran Al-Qur'an dan validitasnya sebagai satu-satunya kitab samawi yang beredar di kalangan umat manusia dan terjaga dari perubahan dan penyimpangan, umat manusia akan mendapatkan petunjuk—sampai akhir kehidupan—kepada satu-satunya jalan untuk membuktikan berbagai keyakinan yang benar, mengenal nilai-nilai luhur akhlak, tugas-tugas dan hukum-hukum praktis, sekaligus menjadi kunci pemecahan atas berbagai pandangan dunia dan ideologi.
Dalil atas Risalah Nabi Islam
Telah kami jelaskan pada pelajaran 27, bahwa kita dapat membuktikan kenabian para nabi melalui tiga jalan: pertama, melalui biografi dan cara hidup mereka sambil bersandar pada bukti-bukti yang meyakinan. Kedua, melalui berita dari nabi-nabi sebelumnya. Ketiga, melalui mukjizat mereka.
Tiga cara tersebut telah terpenuhi pada Nabi Muhammad saw. Bahkan penduduk kota Makkah yang hidup semasa dengan beliau selama 40 tahun, menyaksikan kehidupan beliau dari dekat. Mereka sedikit pun tidak menjumpai titik lemah dan keraguan dalam kehidupan beliau yang penuh dengan kemulian dan keluhuran. Mereka mengenal sifat jujur dan amanah beliau, sampai-sampai mereka memberikan julukan al-amin (orang yang tepercaya). Maka itu, tidak ada sedikit pun kemungkinan dusta pada diri orang seperti beliau.
Dari sisi lain, terdapat berita dari para nabi sebelumnya tentang kedatangan Nabi saw.[11] Sehingga sekelompok dari ahlulkitab menunggu-nunggu saatnya. Mereka telah mengetahui sebagian tanda-tanda beliau yang jelas dari kitab-kitab mereka.[12] Kepada kaum musyrikin Arab mereka berkata, bahwa sebentar lagi akan datang seorang nabi dari suku Arab keturunan Nabi Ismail as Nabi itu akan membenarkan nabi-nabi sebelumnya dan agama-agama Tauhid.[13] Sebagian ulama Yahudi dan Nasrani telah beriman kepada nabi tersebut berdasarkan kabar yang menggembirakan itu.[14] Walaupun sebagian mereka menolak untuk memeluk Islam lantaran hawa-nafsu dan bisikan setan. Al-Qur'an telah memberikan isyarat tentang ini, "Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka bahwa para ulama Bani Israil telah mengetahuinya?" ( QS. As-Syu'ara: 197)
Pengetahuan para ulama Bani Israil ihwal Nabi Muhammad saw—berdasarkan kabar yang mereka terima dari nabi-nabi sebelumnya—merupakan bukti yang jelas atas kebenaran risalahnya dan dalil yang meyakinkan bagi seluruh ahlulkitab. Selain itu, pengetahuan mereka merupakan bukti yang kuat, bahwa para nabi yang memberikan kabar itu sendiri adalah benar. Hal itu juga menjadi bukti atas manusia lainnya, bahwa Nabi Muhammad saw adalah benar. Karena, kebenaran pengetahuan para ulama Bani Israil itu dan kesesuaian tanda-tanda nabi yang akan datang pada sosok Muhammad saw terbukti melalui penyaksian langsung dengan mata kepala dan akal mereka.
Ironisnya, bahwa Injil dan Taurat yang telah mengalami distorsi (tahrif), walaupun mereka telah berusaha kuat untuk menyembunyikan kabar gembira tersebut, masih saja bisa ditemukan sebagian tanda-tanda yang jelas yang menjadi bukti bagi para pencari kebenaran.[15] Sebagaimana banyak pemuka Yahudi dan Nasrani yang tulus pada kebenaran, telah mendapatkan hidayah melalui tanda-tanda dan kabar gembira yang masih tersisa di dalam Taurat dan Injil tersebut.
Buku-buku sejarah dan hadis sebegitu banyak mencatat mukjizat-mukjizat yang jelas dari Rasul saw, melebihi batas mutawatir.[16] Di samping mukjizat-mukjizat yang menjadi bukti atas orang-orang yang semasa beliau untuk kemudian menjadi referensi bagi selain mereka, kepedulian Allah menghendaki adanya mukjizat lain yang menunjukkan kebenaran Nabi Muhammad saw dan agamanya yang kekal. Mukjizat itu ialah Al-Qur'an Al-Karim yang abadi dan menjadi bukti atas seluruh manusia sepanjang masa. Untuk itu, kami akan membahas kemukjizatan Al-Qur'an pada pelajaran berikutnya.[]
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini !
1. Sebutkan kondisi kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi terdahulu!
2. Sebutkan bukti-bukti penyelewengan di dalam Taurat!
PELAJARAN 32
Mukjizat Al-Qur'an
Al-Qur'an sebagai Mukjizat
Al-Qur'an merupakan satu-satunya kitab samawi yang dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa tidak seorang pun yang mampu mendatangkan kitab sepertinya, meskipun seluruh manusia dan jin berkumpul untuk melakukan hal itu.[1] Bahkan, mereka tidak akan mampu sekalipun untuk menyusun, misalnya, sepuluh surat saja,[2] atau malah satu surat pendek sekalipun yang hanya mencakup satu baris saja.[3]
Oleh karena itu, Al-Qur'an menantang seluruh umat manusia untuk melakukan hal itu. Dan banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang menekankan tantangan tersebut. Sesungguhnya ketidakmampuan mereka untuk mendatangkan hal yang sama dan memenuhi tantangan tersebut merupakan bukti atas kebenaran kitab suci itu dan risalah Nabi Muhammad saw dari Allah SWT.[4]
Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur'an telah membuktikan pengakuannya sebagai mukjizat. Sebagaimana Rasul saw, pembawa kitab ini, tersebut telah menyampaikannya kepada umat manusia sebagai mukjizat yang abadi dan bukti yang kuat atas kenabiannya hingga akhir masa.
Hari ini—setelah 14 abad berlalu—bahana suara Ilahi itu masih terus menggema di tengah umat manusia melalui media-media informasi dan sarana-sarana komunikasi, baik dari kawan maupun lawan. Itu semua merupakan hujjah atas mereka.
Dari sisi lain, nabi Islam, Muhammmad saw—sejak hari pertama dakwahnya—senantiasa menghadapi musuh-musuh Islam dan para pendengki yang sangat keras. Mereka telah mengerahkan seluruh tenaga dan kekuatan untuk memerangi agama Ilahi ini. Setelah putus asa lantaran ancaman dan tipu daya mereka tidak berpengaruh sama sekali, mereka berusaha melakukan pembunuhan dan pengkhianatan. Akan tetapi, usaha jahat itu pun mengalami kegagalan berkat inayah Allah SWT dengan cara menghijrahkan Nabi saw ke Madinah secara rahasia pada malam hari.
Setelah hijrah, Rasul saw menghabiskan sisa-sisa umurnya yang mulia dengan melakukan berbagai peperangan melawan kaum musyrikin dan antek-antek mereka dari kaum Yahudi. Dan semenjak wafatnya hingga hari ini, orang-orang munafik dari dalam dan musuh-musuh Islam dari luar senantiasa berusaha memadamkan cahaya Ilahi ini. Mereka telah mengerahkan segenap kekuatan dalam rangka ini. Seandainya mereka mampu menciptakan sebuah kitab sepadan Al-Qur'an, pasti mereka akan melakukannya, tanpa ragu sedikitpun.
Di zaman modern sekarang ini, dimana kekuatan adidaya dunia melihat bahwa Islam adalah musuh terbesar yang sanggup mengancam kekuasaan arogan mereka, maka itu mereka senantiasa berusaha memerangi Islam dengan segala kekuatan dan sarana yang mereka miliki berupa materi, strategi, politik, dan informasi. Seandainya mereka mampu menjawab tantangan Al-Qur'an, dan sanggup menulis satu baris saja yang menandingi satu surat pendek darinya, pasti mereka sudah melakukannya dan menyebarkannya melalui media informasi dunia. Karena memang cara semacam itu (menyebarkan informasi ke seluruh dunia) merupakan usaha yang paling mudah dan paling efektif dalam menghadapi Islam dan menahan perluasannya.
Atas dasar uraian di atas, setiap manusia berakal yang mempunyai kesadaran yang cukup merasa yakin—setelah memperhatikan hal-hal tersebut—bahwa Al-Qur'an merupakan kitab samawi yang istimewa, yang tidak mungkin ditiru atau dipalsukan, dan tidak mungkin pula bagi setiap individu atau kelompok manapun untuk mendatangkan kitab yang sepadan dengannya, sekalipun mereka mengerahkan seluruh kekuatan dan telah menjalani pendidikan dan pelatihan demi hal itu.
Artinya, kitab suci itu memiliki ciri-ciri kemukjizatan, yaitu luar biasa, tak bisa ditiru dan dipalsukan, dan diturunkan sebagai bukti atas kebenaran kenabian seseorang. Tampak jelas bahwa Al-Qur'an merupakan bukti yang paling akurat dan kuat atas kebenaran klaim Muhammad saw sebagai nabi Allah. Dan agama Islam yang suci adalah hak dan karunia Ilahi yang paling besar bagi umat Islam. Al-Qur'an diturunkan sebagai mukjizat abadi hingga akhir masa, kandungannya merupakan bukti atas kebenarannya. Sebegitu sederhananya argumentasi ini hingga dapat dipahami oleh setiap orang dan dapat diterima tanpa mempelajarinya secara khusus.
Unsur-Unsur Kemukjizatan Al-Qur'an
Setelah secara global kita mengetahui bahwa Al-Qur'an merupakan kalam dan mukjizat Ilahi, kami akan menjelaskan lebih luas lagi unsur-unsur kemukjizatan kitab suci ini.
1. Kefasihan dan Keindahan Al-Qur'an
Unsur pertama kemukjizatan Al-Qur'an ialah kefasihan dan balaghah-nya. Artinya, untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam setiap masalah, Allah SWT menggunakan kata dan kalimat yang paling lembut, indah, ringan, serasi, dan kokoh. Melalui cara tersebut, Dia menyampaikan makna-makna yang dimaksudkan kepada para mukhathab (audiens), yaitu melalui sastra yang paling baik dan mudah dipahami.
Tentunya, tidak mudah memilih kata dan kalimat yang akurat dan sesuai dengan makna-makna yang tinggi dan mendalam kecuali bagi orang yang telah menguasai sepenuhnya ciri-ciri kata, makna yang dalam dan hubungan imbal balik antara kata dan maknanya agar dapat memilih kata dan ungkapan yang paling baik dengan memperhatikan seluruh dimensi, kondisi dan kedudukan makna yang dimaksudkan. Pengetahuan lengkap tentang hal itu tidak mungkin dapat dicapai oleh siapapun kecuali dengan bantuan wahyu dan ilham Ilahi
Sesungguhnya setiap manusia dapat mengetahui sejauh mana kandungan Al-Qur'an yang mencakup nada malakuti dan irama yang syahdu. Setiap orang yang mengetahui bahasa Arab, ilmu kefasihan dan keindahannya (Balaghah), pasti dapat menyentuh keunggulan sastra Al-Qur'an.
Adapun untuk mengetahui kemukjizatan Al-Qur'an dari unsur balaghah, kefasihan dan keindahan bahasanya, tidaklah mudah kecuali bagi orang-orang yang memiliki pengalaman dan spesialisasi di dalam pelbagai ilmu sastra Arab dan melakukan perbandingan antara keistimewaan-keistimewaan Al-Qur'an dan berbagai macam bahasa yang fasih dan baligh, serta menguji kemampuan mereka dengan melakukan analogi dalam hal itu. Pekerjaan semacam ini tidak sulit dilakukan kecuali oleh para penyair dan sastrawan Arab, karena keistimewaan orang-orang Arab yang paling menonjol pada masa diturunkannya Al-Qur'an ialah ilmu Balaghah dan sastra. Puncak kemahiran mereka pada masa itu tampak ketika mereka mengadakan pemilihan bait-bait kasidah dan syair—setelah diadakan penelitian dan penilaian—yang merupakan kegiatan seni dan sastra yang paling besar.
2. Ke-ummi-an Nabi saw
Kendati ukurannya tidaklah besar, Al-Qur'an adalah kitab suci yang mancakup berbagai pengetahuan, hukum-hukum dan syariat, baik yang bersifat personal maupun sosial. Untuk mengkaji secara mendalam setiap cabang ilmu tersebut memerlukan kelompok-kelompok yang terdiri dari para ahli di bidangnya masing-masing, keseriusan yang tinggi dan masa yang lama agar dapat diungkap secara bertahap sebagian rahasianya, dan agar hakikat kebenarannya bisa digali lebih banyak, meski hal itu tidak mudah, kecuali bagi orang-orang yang betul-betul memiliki ilmu pengetahuan, bantuan dan inayah khusus dari Allah SWT.
Al-Qur'an mengandung berbagai ilmu pengetahuan yang paling tinggi, paling luhur dan berharga nilai-nilai akhlaknya, paling adil dan kokoh undang-undang pidana dan perdatanya, paling bijak tatanan ibadah, hukum-hukum pribadi dan sosialnya, paling berpengaruh dan bermanfaat nasehat-nasehat dan wejangannya, paling menarik kisah-kisah sejarahnya, dan paling baik metode pendidikan dan pengajarannya. Singkat kata, Al-Qur'an mengandung seluruh dasar-dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia untuk merealisasikan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. Semuanya itu dirangkai dengan susunan yang indah dan menarik yang tidak ada bandingannya, sehingga semua lapisan masyarakat dapat mengambil manfaat darinya sesuai dengan potensi mereka masing-masing.
Terangkumnya semua ilmu pengetahuan dan hakikat di dalam sebuah kitab seperti ini mengungguli kemampuan manusia biasa. Akan tetapi yang lebih mengagumkan dan menakjubkan adalah bahwa kitab agung ini diturunkan kepada seorang manusia yang tidak pernah belajar dan mengenyam pendidikan sama sekali sepanjang hidupnya, serta tidak pernah—walaupun hanya sejenak—memegang pena dan kertas. Ia hidup dan tumbuh besar di sebuah lingkungan yang jauh dari kemajuan dan peradaban.
Yang lebih mengagumkan lagi, selama 40 tahun sebelum diutus menjadi nabi, ia tidak pernah terdengar ucapan mukjizat semacam itu. Sedangkan ayat-ayat Al-Qur'an dan wahyu Ilahi yang beliau sampaikan pada masa-masa kenabiannya memiliki metode dan susunan kata yang khas dan berbeda sama sekali dari seluruh perkataan dan ucapan pribadinya. Perbedaan yang jelas antara kitab tersebut dengan seluruh ucapan beliau dapat disentuh dan disaksikan oleh seluruh masyarakat dan umatnya. Sekaitan dengan ini, Allah SWT berfirman, "Dan kamu tidak pernah membaca sebelum satu bukupun dan kamu tidak pernah menulis satu buku dengan tanganmu. Karena jika kamu pernah membaca dan menulis, maka para pengingkar itu betul-betul akan merasa ragu [terhadap Al-Qur'an]". (QS. Al-'Ankabut: 48)
Pada ayat yang lainnya Allah SWT berfirman, "Katakanlah, 'Jikalah Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak pula memberi tahukannya kepadamu.' Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya?" (QS.Yunus: 16)
Dan kemungkinan besar bahwa ayat 23 surah Al-Baqarah yang menegaskan, "Dan jika kalian masih merasa ragu terhadap apa yang kami turunkan kepada hamba Kami, maka buatlah yang serupa dengannya," menunjukan unsur kemukjizatan ini. Yakni, kemungkinan besar kata ganti "nya" yang terdapat pada kata "serupa dengannya" itu kembali kepada kata "hamba Kami".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar