Pelabelan antara barat dan timur, islam dan non islam, negara maju dan miskin, telah menjadi pisau analisis tentang identitas kesamaan dan perbedaan. ini jugalah menjadi sekat dalam membangun komunikasi dan distribusi sumber2 daya.
Namun pada kenyataannya tampaknya dengan analisa sosial berdasarkan kelas tersebut semakin kabur dewasa ini, sebagai contoh bila Selama ini Negara Barat yang dikomandoi oleh AS dianggap negara Kapitalis, yang menyerap seluruh sumber daya didunia menuju kepada nya, tampaknya tidak sepenuhnya benar.
Hari2 terakhir ini kita semakin jelas melihat bahwa Saudagar-saudagar Arab pun telah menjadi raksasa pemodal yang penuh ambisi. Dalam headlines media hari2 terakhir ini kita lihat Manchester City telah dibeli oleh konsorsium kapitalis Arab untuk mengeruk ruang dan benak dunia yang pada akhirnya adalah mengeruk uang dari masyarakat global di pasar saham atau mengikat iklan yang besar yang pada akhirnya juga produk menjadi kian mahal akibat cost iklan yang sangat tinggi.
Sekat informasi dan dan keuangan, modal barang dan jasa pun kian kabur dengan batas2 geografis, kita lihat mobil Toyota, MC D, Coca Cola dapat kita lihat dinagara barat, timur, negara kaya atau miskin atau segala label yang kita sematkan kepadanya.
Ekonomi kawasan pun kian menguat untuk mempertahankan tingkat inflasi, daya beli, distribusi barang dan jasa, serta ketahanan ekonomi, nilai tukar mata uang. Eropa membentuk ekonomi kawasan AFTA, NAFTA, ASEAN dsb.
Tak kalah menariknya, revolusi teknologi informasi pun mengubah wajah dunia dari sekat2nya, arus informasi modal, barang, dan jasa, ekonomi, politik, budaya, dalam hitungan detik setiap sumber daya tersebut dapat berpindah dari satu negara ke negara lain. Yang ingin saya katakan bahwa, pelabelan barat dan timur, sosialis, kapitalis,sekular, agamis, islam dan non islam, utara dan selatan, dan segala dikotomi lainnyya semakin kehilangan makna. ini terbukti bahwa Islam dikatakan identik dengan negara Miskin, terbelakang pun tak terbukti dengan muncul nya saudagar arab yang mulai menguasai dunia pun di AS.
termasuk mengelompokkan ilmu pengetahuan islam dan barat pun tampaknya sudah tidak relevan, karena dengan arus informasi yang begitu deras tak ada yang dapat membendung seperti era sekarang, muslim dapat dengan cepat mempelajari ajaran non muslim , kebudayaan, dan segala macamnya, begitu juga non muslim sebaliknya. sehingga tidak heran kita ada muslim yang menjadi pakar bagi agama lain begitupun sebaliknya.
peta dunia dalam mengkelompokkan atas dasar terminologi lama sepertinya semakin usang bahkan justru dapat membawa kita kepada kesalahan dalam analisa.
Menurut Erich Fromm, masyarakat dunia saat ini telah masuk dalam karakter sosial yang relatif homogen, yaitu dunia sekarang tengah membentuk masyarakat konsumsi, yaitu disetiap negara telah menjadi masyarakat yang kehidupannya diarahkan hanya untuk berkonsumsi secara terus menerus. segala sesuatu yang diproduksi tujuannya hanya satu untuk mengkonsumsi sebanyak-banyaknya. Manusia peduli dia muslim, non muslim, barat, timur, utara, selatan menjadi rakus dan serakah. apabila kita mengatakan bahwa negara kapitalis itu negara barat mungkin bisa jadi agak meleset, arab saudi, qatar, china, pun telah menjadi negara penghisap baru yang siap menyaingi bahkan mungkin menjadi kartel bagi orang-orang super kaya lewat tangan-tangan Multinational Corporation atau Transnational coproration yang mengarahkan negara lain disetiap belahan dunia ini untuk mengkuti kerakusannya.
maka mungkin pada akhirnya adalah bencana kemanusiaan yang tidak ada kaitannya dengan muslim, non muslim, barat, timur, utara selatan, yang akan merasakan bencana kemanusiaan yang maha dahsyat akibat kerakusan segelintir orang-orang super kaya dimuka bumi, yaitu Global Warming, Kemiskinan, radikalisme, terorisme, Bencana Alam, Bencana Kelaparan, AIDS, Flu Burung, Perang, dan segala bencana kemanusiaan lainnya yang selalu melanda umat manusia.
Marilah kita tidak lagi melihat sesuatu ketidakadilan, penghisapan, keserakahan, pencurian ilmu pengetahuan berdasarkan terminologi lama. karena bumi telah semakin menjadi tiada batas yang ada hanya bencana yang selalu melanda manusia pada setiap zaman akibat ulah orang-orang super kaya di dunia ini.
perang agama telah mengakibatkan trauma yang begitu pedih terhadap keluarga korban yang ditinggalkan akibat sinisme kita terhadap agama lain, seperti di poso, ambon atau kasus terakhir adalah ahmadiyah di indonesia. mari kita bangun peradaban ini dengan lebih terbuka, saling menghargai, dan saling memahami perbedaan yang ada untuk melakukan dialog guna terjadi pada tahap awal yaitu toleransi untuk menuju prularisme masyarakat global yang berdasarkan nilai2 universal dan berkeadilan. Peradaban manusia masih akan berpotensi untuk hancur berkeping-keping bila kita merasa saling benar sendiri tanpa mau mengakui bahwa perbedaan adalah fitrah dan hujjah akan eksistensi tuhan itu sendiri.
selanjutnya mungkin sesama manusia sebagai warga bangsa dan bahkan warga dunia saling melepaskan atribut yang dimiliki saling bekerja sama untuk menegakkan keadilan sejati menuju musuh bersama yang selama ini dengan tangan2 yang tak terlihat telah mencerabut kehidupan kita, orang tua kita, bahkan masa depan anak cucu kita.
bukankah setiap agama juga memiliki kebenaran yang bersifat universal yang ingin ditegakkan demi masa depan manusia, kemanusiaan dan alam semesta. mungkin bila tidak setuju dengan teori relativitas kebenaran paling tidak menurut Mehdi Hairi Yazdi keabsolutan kebenenaran oleh tuhan bagai sinar yang masuk keprisma sehingga kemudian kebenaran yang satu tersebut menjadi relativ akibat terpecah menjadi berbagai warna,...........
karena apapun juga permusuhan, ketidaksepahaman, kebencian, ketidaksalingmengertian pada akhirnya akan berujung pada penderitaan manusia dan kemanusiaan kembali...
wassalam.