Nabi Allah, salam bagi Anda dari saya dan dari putri Anda yang telah datang kepada Anda dan telah bersegera untuk menemui Anda. Ya Nabi Allah, kesabaran saya atas (kepergian putri) pilihan Anda telah habis, dan ketabahan saya telah melemah, kecuali bahwa saya mempunyai dasar untuk hiburan dalam menanggung kesulitan besar dan peristiwa menyayat hati dari perpisahan dengan Anda. Saya meletakkan Anda ke dalam makam Anda ketika napas Anda yang terakhir telah berlalu (sementara kepala Anda) di antara leher dan dada saya.
"Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali." (QS. 2:156)
Sekarang amanat telah dikembalikan dan apa yang telah diberikan telah diambil kembali. Tentang kesedihan saya, (kesedihan) itu tak mengenal batas, dan tentang malam-malam saya, (malam-malam) itu tetap sukar dibawa tidur hingga Allah memilih bagi saya rumah di mana Anda tinggal sekarang.
Sungguh, putri Anda akan mengabarkan kepada Anda tentang pergabungan umat Anda untuk menindasnya.[1] Anda tanyakan kepadanya dengan rinci dan perolehlah semua kabar tentang keadaannya. Ini telah terjadi ketika belum panjang waktu yang terentang, dan ingatan kepada Anda belum menghilang. Salam saya kepada Anda berdua, salam dari orang yang terlanda kesedihan, bukan orang yang muak dan benci; karena, apabila saya pergi jauh bukanlah itu karena letih (akan Anda), dan apabila saya tinggal bukanlah itu karena kurang percaya akan apa yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang sabar. •
[1] Perlakuan terhadap putri Nabi setelah wafatnya beliau amat pedih dan menyakitkan. Walaupun Sayyidatun-Nisâ' (as) itu hanya hidup beberapa bulan sesudah wafatnya Nabi, waktu yang singkat itu menyimpan riwayat panjang penderitaan dan petaka baginya. Sehubungan dengan ini pandangan pertama yang menerpa mata ialah bahwa pengaturan bagi upacara pemakaman Nabi belum berakhir, pertarungan untuk kekuasaan sudah dimulai di Saqifah Bani Sa'idah. Perbuatan mereka meninggalkan mayat Nabi tentulah menyakitkan hati Sayyidatun-Nisâ' Fâthimah yang sedang amat berdukacita. la melihat bahwa orang-orang yang telah mengaku cinta dan terpaut (pada Nabi) di masa hidup beliau, sekarang sedang asyik dalam rekayasa mereka untuk kekuasaan. Ketimbang menghibur putri tunggalnya, mereka bahkan tak tahu kapan mayat Nabi dimandikan dan kapan beliau dimakamkan. Dan cara mereka mengucapkan bela sungkawa kepadanya ialah dengan berkerumun di rumahnya dengan bahan bakar dan berusaha untuk mendapatkan baiat dengan paksa dengan segala pertunjukan penindasan, paksaan dan kekerasan. Semua perbuatan berlebihan ini bermaksud menghapus kedudukan terhormat rumah ini agar tidak mendapatkan kembali martabat yang hilang itu pada kesempatan mana pun. Sekaitan dengan tujuan itu, untuk menghancurkan kedudukan ekonominya, tuntutannya atas kebun Fadak ditolak dengan mengatakannya sebagai palsu, yang akibatnya Sayyidatun-Nisâ' Fâthimah (as) membuat wasiat menjelang mati bahwa tak boleh ada di antara mereka nanti menghadiri pemakamannya