Bagian Keempat
Pemberi dan Penerima Syafaat
Pertama: Pemberi Syafaat
Berapakah jumlah para pemberi syafaat menurut versi Al Quran Al-Karim? Apakah kitab suci ini menyebutkan nama dan sifat mereka secara jelas?
Jika kita meneliti ayat-ayat Al Quran Al-Karim dengan cermat, kita akan berkesimpulan bahwa Allah SWT dalam kitab suci terakhir-Nya tidak pernah menyebutkan nama seorang pun yang kelak di hari kiamat akan memberikan syafaat. Namun, dengan menyebutkan beberapa sifat dan kriteria syafi’ (pemberi syafaat) Al Quran menjelaskan bahwa siapa saja yang memiliki sifat-sifat tersebut berarti ia adalah syafi’ di hari kiamat.
Ada beberapa kelompok yang disebut oleh Al Quran Al-Karim sebagai syafi’. Di antaranya adalah para nabi a.s., malaikat, dan kaum mukminin yang saleh. Selain itu amal perbuatan yang baik juga dapat memberikan syafaat kepada pelakunya.
Rasulullah SAWW dalam sebuah hadis bersabda,
يشفع النبيّون والملائكة والمؤمنون فيقول الجبّار : بقيت شفاعتي
Artinya: Di hari kiamat, para nabi, malaikat, dan kaum mukminin memberikan syafaat mereka. Lalu Allah SWT berfirman, “Kini hanya syafaat-Ku yang tersisa.” [89]
Selain itu Rasulullah SAWW juga bersabda,
يشفع يوم القيامة الأنبياء ثم العلماء ثم الشهداء
Artinya: Para nabi di hari kiamat kelak akan memberikan syafaat mereka, yang lalu disusul oleh para ulama, kemudian para syuhada’ (mereka yang mati di jalan Allah).[90]
Selain dari hal di atas, mempelajari kitab suci Al Quran dapat mengangkat derajat seseorang ke suatu tingkat yang memungkinkannya untuk memberikan syafaat kepada orang lain. Rasulullah SAWW bersabda,
من تعلم القرآن فاستظهره فأحلّ حلاله وحرّم حرامه أدخله الله به الجنة وشفعّه في عشرة من أهل بيته كلهم قد وجبت له النار ...
Artinya: Orang yang mempelajari Al Quran lalu mengamalkannya dengan menghalalkan bagi dirinya apa dihalalkan oleh Al Quran dan mengharamkan segala yang diharamkannya, akan dimasukkan Allah ke dalam surga dan dia diberi Allah kesempatan untuk memberi syafaat kepada sepuluh orang dari keluarganya yang semestinya masuk ke neraka….[91]
Imam Ali bin Abi Thalib dalam Nahj Al-Balaghah berkata,
إنه من شفع له القرآن يوم القيامة شفع فيه
Artinya: Orang yang diberi syafaat oleh Al Quran akan dapat memberikan syafaat. [92]
Perbuatan baik dan konsekuen terhadap ajaran-ajaran Islam juga bisa menjadikan seseorang itu syafi’di hari kiamat. Dalam hal ini Rasulullah SAWW bersabda,
إنّ أقربكم مني غدا و أوجبكم عليّ الشفاعة : أصدقكم لسانا , وأدّاكم لأمانتكم , و أحسنكم خلقا , و أقربكم من الناس
Artinya: Orang yang paling dekat kepadaku di hari kiamat dan yang paling pantas untuk menerima hak syafaat dariku adalah orang yang paling benar tutur katanya, paling jujur terhadap amanat, paling bagus budi pekertinya, dan paling dekat dengan masyarakat. [93]
Beliau SAWW juga bersabda,
الشفعاء خمسة : القرآن والرحم والأمانة ونبيكم وأهل بيت نبيكم
Artinya: Orang yang kelak akan bisa memberikan syafaat kepada kalian ada lima: Al Quran, hubungan kekerabatan, amanat, nabi kalian, dan Ahlul Bait. [94]
Dalam doanya, Imam Ali bin Al-Husain Zainal Abidin a.s. mengatakan,
اللهمّ اجعل نبينا صلواتك عليه وعلى آله يوم القيامة أقرب النبيين منك مجلسا وأمكنهم منك شفاعة ..
Artinya: Ya Allah, jadikanlah nabi-Mu --shalawat dan salam-Mu atasnya dan atas keluarganya-- nabi yang paling dekat kepada-Mu di hari kiamat nanti dan jadikanlah ia nabi yang paling layak untuk memberikan syafaat dari-Mu...[95]
Pada bagian ini, akan kami nukilkan secara singkat beberapa ayat suci Al Quran yang menjelaskan kelompok-kelompok pemberi syafaat tersebut.
a. Para Nabi
Ayat di bawah ini menegaskan bahwa para nabi a.s. memiliki hak untuk memberi syafaat di hari kiamat. Allah SWT berfirman,
و ما أرسلنا منّ رسول إلاّ ليطاع بإذن الله ولو أنّهم إذ ظلموا أنفسهم جاءوك فاستغفروا الله واستغفر لهم الرسول لوجدوا الله توّابا رحيما
Artinya: Kami tidak mengutus seorang rasul pun kecuali untuk ditaati (oleh kaumnya) dengan izin Allah. Dan sesungguhnya jika setelah berbuat kesalahan dan menzalimi diri sendiri, mereka lantas mendatangimu dan memohon ampunan daripada Allah, dan Rasul pun memintakan ampunan untuk mereka, pasti mereka akan menemukan Allah sebagai Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.[96]
Ada beberapa poin penting di ayat ini yang layak untuk kita perhatikan. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa “menzalimi diri sendiri”berarti merampas hak yang dimiliki oleh diri mereka dengan cara melakukan sesuatu yang dapat mendatangkan bahaya melalui perbuatan maksiat, sehingga ia berhak mendapatkan siksa, atau dengan meninggalkan suatu perbuatan yang dapat mendatangkan pahala. Sebagian lagi berpendapat bahwa menzalimi diri sendiri itu adalah ketika seseorang berperilaku munafik dan kafir.
Makna “mendatangimu” adalah mereka (orang yang zalim terhadap diri sendiri itu) dalam keadaan bertaubat dan beriman kepada Rasul, “…dan memohon ampunan dari Allah” atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Makna “..dan Rasul pun memintakan ampunan untuk mereka”, yakni, bahwa Rasul juga memohon kepada Allah untuk mengampuni mereka. “Mereka akan menemukan Allah”, berarti bahwa mereka akan mendapatkan ampunan dari Allah atas dosa-dosa mereka.[97]
Selain ayat di atas, ayat berikut ini menyebutkan dengan jelas syafaat yang akan diberikan oleh para rasul. Allah SWT berfirman,
وقالوا اتخذ الرحمن ولدا سبحانه بل عباد مكرمون , لا يسبقونه بالقول وهم بأمره يعملون , يعلم ما بين أيديهم وما خلفهم ولا يشفعون إلاّ لمن ارتضى وهم من خشيته مشفقون
Artinya: Mereka berkata, "Allah Yang Maha Pemurah itu memiliki anak." Mahasuci Dia. Tidak, sebenarnya (mereka) hanyalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak pernah mendahului-Nya dalam perkataan dan selalu bertindak atas perintah-Nya. Dia Maha Mengetahui segala apa yang ada di depan dan di belakang mereka. Mereka tidak akan memberikan syafaat kecuali kepada orang yang telah Dia ridhai dan mereka takut kepada-Nya. [98]
Ayat di atas menunjukkan bahwa kaum kafir menyebut para rasul yang diutus oleh Allah SWT sebagai anak-anak Allah. Akan tetapi Al Quran dengan tegas membantah perkataan mereka dan menyebut para rasul itu sebagai hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan tugas kenabian dan mereka tidak akan memberikan syafaat yang merupakan hak yang mereka dapatkan dari Allah kecuali kepada mereka yang telah diridhai oleh-Nya.
Makna yang dikandung oleh ayat ini juga sesuai untuk para malaikat. Sebab dalam banyak ayat suci Al Quran disebutkan bahwa kaum kafir dan musyrik sering menyebut para malaikat sebagai putri-putri Allah. Maha- suci Allah dari segala yang mereka tuduhkan itu.
b. Para Malaikat
Ayat Al Quran yang menyebutkan bahwa para malaikat adalah para pemberi syafaat adalah firman Allah yang berbunyi,
و كم من ملك في السموات لا تغني شفاعتهم شيئا إلاّ من بعد أن يأذن الله لمن يشاء و يرضى ..
Artinya: …Dan berapa banyak malaikat di langit yang syafaat mereka tidak berguna sama sekali kecuali setelah mendapat izin dari Allah bagi mereka yang Dia kehendaki dan ridhai...[99]
c. Mukminin
Ayat di bawah ini menjelaskan bahwa orang-orang mukmin dan mereka yang terbunuh di jalan Allah adalah syafi’ yang kelak akan memberi syafaat. Allah SWT berfirman,
ولا يملك الذين يدعون من دونه الشفاعة إلاّ من شهد بالحق و هم يعلمون ...
Artinya: Dan para sesembahan selain Allah tidak dapat memberikan syafaat. (Yang dapat memberi syafaat hanyalah) mereka yang bersaksi atas kebenaran dan mereka yang mengetahui.[100]
Mereka yang bersaksi atas kebenaran adalah orang-orang mukmin yang saleh. Merekalah yang kelak akan dijadikan oleh Allah sebagai saksi atas semua umat bersama para nabi dan para washi (penerus misi para nabi).
Dalam ayat yang lain, Allah SWT menyebut kaum mukminin sebagai para saksi. Allah SWT berfirman,
والذين آمنوا بالله ورسله أولئك هم الصديقون والشهداء عند ربّهم ...
Artinya: Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang yang benar dan para saksi di sisi Tuhan mereka....[101]
Banyak riwayat yang mendukung ayat ini dan menerangkannya lebih jauh lagi, di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Shaduq dari Rasul SAWW. Beliau SAWW bersabda,
ثلاثة يشفعون إلى الله عزّ وجل فيشفّعون : الأنبياء , ثم العلماء , ثم الشهداء
Artinya: Ada tiga kelompok yang syafaat mereka di hari kiamat akan diterima oleh Allah SWT, yaitu para nabi, para ulama, dan para syuhada’ (syuhada: mereka yang menjadi saksi, termasuk mereka yang terbunuh di jalan Allah. pent).[102]
Sebelum beranjak meninggalkan bagian ini, kami ingin mengajak pembaca untuk memperhatikan sebuah poin penting yang sering disebut di dalam ayat-ayat yang menyebutkan tentang pemberi atau penerima syafaat, yaitu ridha Allah. Al Quran telah menyebutkan bahwa mereka yang bisa memberi atau mendapat syafaat adalah orang-orang yang diridhai Allah. Dengan demikian, tanpa ridha ini, syafaat tidak akan berguna. Singkatnya, syafi’ haruslah orang yang diridhai oleh Allah sehingga ia bisa memberikan syafaat dan penerima syafaat haruslah orang yang diridhai Allah sehingga syafaat yang ia terima dari syafi’ bisa berguna untuk dirinya.
Ayat-ayat suci Al Quran Al-Karim yang menyebutkan tentang ridha Allah kepada sebagian hamba-Nya menunjukkan bahwa mereka adalah hamba yang memiliki sifat-sifat mulia. Di bawah ini, kami bawakan beberapa contoh ayat suci Al Quran yang dengan jelas menyebut ridha Allah kepada hamba-hamba-Nya yang saleh.
Allah SWT berfirman,
قال الله هذا يوم ينفع الصادقين صدقهم لهم جنّات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا رضي الله عنهم و رضوا عنه ذلك الفوز العظيم
Artinya: Allah berfirman, "Ini adalah suatu hari di mana kebenaran para shadiqin (orang-orang yang benar) bermanfaat bagi mereka. Mereka mendapatkan surga dan kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar" .[103]
Ayat ini menunjukkan bahwa kaum shadiqin --yaitu yang memiliki sifat jujur yang sebenarnya-- adalah kaum yang diridhai Allah SWT.
Ayat kedua adalah firman Allah SWT berikut ini.والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه وأعدّ لهم جنّات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا ذلك الفوز العظيم
Artinya: Mereka yang pertama kali (masuk Islam) dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan sebaik-baiknya, akan diridhai Allah dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah telah menyediakan bagi mereka surga dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya. Mereka kekal di surga selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.[104]
Ayat ketiga adalah,
لا تجد قوما يؤمنون بالله و اليوم الآخر يوادّون من حادّ الله ورسوله ولو كانوا آباءهم أو أبناءهم أو إخوانهم أو عشيرتهم أولئك كتب في قلوبهم الإيمان وأيّدهم بروح منه ويدخلهم جنّات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها رضي الله عنهم ورضوا عنه أولئك حزب الله ألا إنّ حزب الله هم المفلحون
Artinya: Tidak akan engkau jumpai suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu adalah bapak, anak, saudara ataupun keluarga mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan di dalam hati mereka dan membantu mereka dengan pertolongan yang datang dari pada-Nya. Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga dengan sungai yang mengalir di bawahnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah kelompok Allah (hizbullah). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kelompok Allah adalah kelompok yang beruntung.[105]
Ayat di atas dengan jelas menyebutkan bahwa salah satu sifat mulia yang dimiliki oleh mukmin sejati adalah tidak berkasih-sayang dengan musuh Allah dan musuh Rasul-Nya, meskipun ia adalah ayah, anak atau saudara mereka sendiri. Sifat yang mulia ini termasuk sifat utama yang mesti dimiliki oleh seorang insan mukmin.
Ayat berikutnya adalah firman Allah SWT berikut ini.
إنّ الذين آمنوا و عملوا الصالحات أولئك هم خير البرية , جزاؤهم عند ربهم جنّات عدن تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها أبدا رضي الله عنهم ورضوا عنه ذلك لمن خشي ربّه
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh adalah makhluk terbaik. Balasan mereka di sisi Tuhan ialah surga ‘Adn dengan sungai yang mengalir di bawahnya. Mereka kekal di surga selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah balasan bagi mereka yang takut kepada Tuhannya. [106]
Semua ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa mereka yang kekal di dalam surga dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya adalah orang-orang yang diridhai oleh Allah SWT dan merekapun ridha kepada-Nya. Di sinilah letak keagungan ungkapan Ilahi dalam ayat-ayat tersebut. Lalu siapakah gerangan orang-orang yang ridha kepada Tuhan?
Mereka adalah orang-orang yang benar dan jujur kepada Allah dalam keimanan dan perbuatan mereka. Mereka adalah orang-orang yang melakukan amal kebajikan dan takut kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang pertama kali beriman dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar, dan yang mengikuti jejak mereka dengan sebaik-baiknya. Mereka adalah kaum mukminin yang tidak berkasih sayang dengan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh Rasul-Nya.
Kedua: Orang yang Mendapat Syafaat
Pada pembahasan yang lalu, telah dijelaskan bahwa kaum kafir dan mereka yang ditetapkan Allah akan kekal di neraka tidak akan mendapatkan syafaat di hari kiamat nanti. Karena itu, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah: siapakah orang-orang yang berhak untuk mendapatkan syafaat dan siapa pula yang tidak berhak memperolehnya?
a. Mukminin yang Berdosa
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, syafaat berarti pengampunan dosa dan penghapusan siksa. Di sini muncul pertanyaan, mungkinkah keimanan kepada Allah dan hari akhir berkumpul menjadi satu pada diri seorang mukmin dengan kemaksiatan dan pelanggaran?
Jawabnya adalah: tingkat keimanan kaum mukminin berbeda-beda karena sifat dan kepribadian mereka masing-masing. Al Quran Al-Karim telah menjelaskan hal ini dalam banyak kesempatan. Di antaranya firman Allah berikut ini.
.. لا يستوي القاعدون من المؤمنين غير أولي الضرر و المجاهدون في سبيل الله بأموالهم و أنفسهم فضّل الله المجاهدين بأموالهم و أنفسهم على القاعدين درجة و كلاّ وعد الله الحسنى و فضّل الله المجاهدين على القاعدين أجرا عظيما
Artinya: Tidaklah sama antara mukmin yang tidak ikut berperang tanpa alasan yang tepat dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa satu derajat di atas orang-orang yang tidak berjihad. Untuk mereka masing-masing Allah telah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang tidak berjihad dengan pahala yang besar.[107]
Ada beberapa poin penting dalam ayat ini. Di antaranya adalah bahwa mereka yang tidak ikut serta dalam jihad dengan harta dan jiwa mereka tanpa alasan yang jelas -seperti cacat badan atau fakir- derajat mereka di sisi Allah tidak sama dengan derajat para mujahidin. Akan tetapi, Allah tetap menjanjikan surga kepada kedua kelompok ini. Bedanya, pahala yang akan didapatkan oleh mereka yang berjihad lebih besar yang oleh Allah disebut sebagai Ajrun ‘Adzim (pahala yang agung).
Orang mukmin terkadang bersalah hingga melakukan dosa, namun ia akan segera memohon ampun kepada Allah dan bertaubat. Ia juga memerlukan syafaat untuk hari kiamat nanti.
‘Ubaidah bin Zurarah berkata, “Aku bertanya kepada Abu Abdillah a.s. tentang ihwal orang mukmin, "Apakah ia memerlukan syafaat?" Beliau menjawab, “Ya.” Lantas seseorang berdiri dan bertanya, "Apakah seorang mukmin masih memerlukan syafaat Nabi Muhammad SAWW?" Beliau menjawab,
نعم , إنّ للمؤمنين خطايا وذنوبا وما من أحد إلاّ يحتاج إلى شفاعة محمد يومئذ
Artinya: Ya, seluruh kaum mukminin mempunyai banyak kesalahan dan memikul banyak dosa. Mereka semua akan memerlukan syafaat dari Nabi Muhammad SAWW di hari itu.[108]
Dengan penjelasan di atas, tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa orang bisa disebut mukmin jika seluruh perbuatannya sesuai dengan keimanannya. Sebab, dengan mengatakan hal itu berarti kita telah melupakan tabiat manusia. Allah Maha Mengetahui tentang keadaan hamba-Nya. Apa yang telah Allah firmankan dalam Al Quran tersebut merupakan penjelasan tentang hukum penciptaan manusia. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa perbedaan tingkatan yang ada di antara umat manusia ini adalah sebuah kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri.
Lebih dari itu, hadis dari Imam Ja’far Shadiq a.s. di atas juga menegaskan akan adanya dosa yang dipikul oleh orang-orang mukmin sehingga mereka memerlukan syafaat Rasulullah SAWW di hari kiamat.
Kami ajak pembaca yang budiman untuk menyimak ayat di bawah ini.
وسارعوا إلى مغفرة من ربكم وجنة عرضها السموات والأرض أعدّت للمتقـين , الذين ينفقون في السّرّآء والضّرّآء و الكاظمين الغيظ و العافين عن الناس و الله يحب المحسنين , و الذين إذا فعلوا فاحشة أو ظلموا أنفسهم ذكروا الله فاستغفروا لذنوبهم ومن يغفر الذنوب إلاّ الله ولم يصرّوا على ما فعلوا وهم يعلمون , أولئك جزآؤهم مغفرة من ربهم وجنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها ونعم أجر العاملين
Artinya: Dan bergegaslah kalian kepada ampunan dari Tuhan dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu, mereka yang menafkahkan hartanya, baik di saat lapang maupun di saat membutuhkan, orang-orang yang menahan amarahnya, dan orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Allah juga menyukai) mereka yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, segera ingat kepada Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa yang mereka perbuat. Siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu, sedang mereka mengetahui. Balasan yang akan mereka terima adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga dengan sungai yang mengalir di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal. [109]
Poin penting dalam ayat ini yang bisa kita paparkan di sini adalah bahwa Allah SWT telah menyediakan surga dengan sungai yang mengalir di bawahnya bagi kaum mukminin yang ber-istighfar dan meminta ampunan kepada-Nya setelah mereka melakukan perbuatan yang keji atau menzalimi diri sendiri dan mereka tidak terus-menerus melakukan kesalahan tersebut. Mereka akan kekal di dalam surga. Dalam hal ini, terlihat jelas bahwa salah satu sifat orang mukmin sejati adalah tidak terus-menerus berada dalam lumpur maksiat, melainkan ber-istighfar dan bertaubat. Allah SWT tidak mungkin akan menjanjikan surga bagi seseorang kecuali jika ia adalah orang yang beriman dan diridhai oleh-Nya.
Jika seorang mukmin melakukan perbuatan maksiat dan terus-menerus melakukannya, apakah ia masih bisa dikatakan sebagai seorang mukmin sejati yang seluruh perbuatan, tindakan, dan perilakunya didasari oleh imannya dan bukan sekedar klaim keimanan semata?
Terus-menerus dalam melakukan perbuatan maksiat dapat mengeluarkan seseorang dari sifat keimanan yang sebenarnya. Sebab, “Terus-menerus berada dalam lumpur dosa berarti menggampangkan perintah Allah SWT dan meremehkan kedudukan-Nya sebagai Tuhan, baik dosa tersebut tergolong sebagai dosa kecil ataupun besar...”[110] Demikian sabda Imam Shadiq a.s. dalam menjawab pertanyaan Abdullah bin Sinan. Beliau juga menegaskan bahwa terus-menerus dalam melakukan perbuatan maksiat dapat mengeluarkan seseorang dari iman.
Pertanyaan kami, adakah orang berakal yang mau mengatakan bahwa orang yang meremehkan perintah Allah SWT sama persis dengan orang mengerjakan semua perintah dan meninggalkan semua larangan-Nya?
Setelah mengajak pembaca untuk merenungkan ayat-ayat suci Al Quran di atas, kami ajak Anda untuk menyimak hadis-hadis suci yang diriwayatkan dari Nabi SAWW dan Ahlu Baitnya a.s. di bawah ini.
Abu Abdillah Imam Ja’far Shadiq a.s. dalam surat yang beliau kirimkan kepada sekelompok sahabatnya menulis,
وإياكم أن تشره أنفسكم إلى شيء حرّم الله عليكم , فإن من انتهك ما حرّم الله عليه ههنا في الدنيا , حال الله بينه وبين الجنة ونعيمها ولذتها وكرامتها القائمة الدائمة لأهل الجنة أبد الآبدين ..و إياكم والإصرار على شيء مما حرّم الله في القرآن ..
Artinya: Hati-hatilah, jangan sampai kalian terdorong untuk melakukan sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah SWT. Sebab, jika seseorang melakukan apa yang Dia haramkan di dunia ini, niscaya Allah SWT akan menghalanginya untuk masuk ke dalam surga dan kenikmatan, serta kehormatan abadi yang telah disediakan bagi penghuni surga. Hati-hatilah kalian, jangan sampai terus-menerus melakukan apa yang telah Allah haramkan di dalam kitab suci Al Quran…[111]
Rasulullah SAWW dalam wasiatnya kepada sahabat beliau yang setia, Abu Dzar Al-Ghiffari RA, bersabda,
يا أبا ذرّ إن المؤمن ليرى ذنبه كأنه تحت صخرة يخاف أن تقع عليه , و الكافر يرى ذنبه كأنه ذباب مرّ على أنفه
Artinya: Wahai Abu Dzar, orang mukmin melihat dosa bagai sebongkah batu besar yang berada tepat di atas kepalanya, sehingga ia takut batu itu akan menimpanya. Namun, orang kafir menganggap dosa bagai seekor lalat yang hinggap di batang hidungnya.[112]
Ali bin Ibrahim meriwayatkan dari ayahnya, dari Ibn Abi Umair, dari Manshur bin Yunus, dari Abu Bashir, dia berkata, “Aku pernah mendengar Abu Abdillah Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata,
لا و الله لا يقبل الله شيئا من طاعته على الإصرار على شيء من معاصيه
Artinya: Aku bersumpah demi Allah bahwa Allah SWT tidak akan menerima amal perbuatan seseorang yang terus-menerus melakukan maksiat. [113]
Kesimpulan yang bisa kita ambil dari uraian di atas adalah bahwa dengan melakukan dosa terus-menerus, seseorang bisa keluar dari kriteria iman yang sejati. Selain itu, seorang mukmin terkadang berbuat dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar. Tetapi, ia akan segera ber-istighfardan bertaubat kepada Allah SWT. Hadis-hadis di atas juga menjelaskan bahwa syafaat diperuntukkan bagi orang-orang yang berdosa.
Husain bin Khalid berkata, “Aku bertanya kepada Imam Ridha a.s., "Wahai putra Rasulullah, lalu apa arti dari firman Allah SWT ولا يشفعون إلاّ لمن ارتضى “Mereka tidak memberikan syafaat kecuali kepada orang yang telah diridhai.” [114] Beliau menjawab,
لا يشفعون إلاّ لمن ارتضى الله دينه
Artinya: Mereka tidak memberikan syafaat kecuali kepada orang yang Allah telah meridhai agamanya.[115]
Al-Barqi meriwayatkan dari Ali bin Hasan Al-Ruqy, dari Abdullah bin Jibillah, dari Hasan bin Abdillah, dari ayah dan kakeknya, Imam Hasan bin Ali a.s., bahwa beliau dalam sebuah hadis yang cukup panjang berkata,
إن النبي صلى الله عليه و آله و سلم قال في جواب نفر من اليهود سألوه عن مسائل : وأما شفاعتي ففي أصحاب الكبائر ما خلا أهل الشرك والظلم
Artinya: Dalam menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh sekelompok orang Yahudi, Nabi SAWW bersabda, “Mengenai syafaatku, kelak di hari kiamat aku akan memberikannya kepada mereka yang berlumuran dosa kecuali orang-orang musyrik dan zalim”.[116]
Kedua hadis di atas menjelaskan bahwa Allah SWT tidak meridhai mereka yang mati dalam keadaan kafir atau zalim. Oleh karena itu, mereka tidak berhak untuk mendapatkan syafaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar