Amma ba'du, suratmu
[1] telah sampai kepada saya, di mana engkau mengingatkan bahwa Allah memilih Muhammad (saw) untuk agama-Nya dan menolong beliau melalui para sahabat yang menolong beliau. Hal-hal yang aneh tentangmu telah tersembunyi dari kami, karena engkau telah mulai mengatakan kepada kami tentang ujian Allah Yang Mahatinggi serta nikmat-Nya kepada kami melalui Nabi kita. Dalam hal ini, engkau seperti orang yang membawa kurma ke Hajar, atau yang menentang gurunya sendiri untuk berperang tanding dalam panahan.
Engkau mengira bahwa si Polan dan si Anu adalah orang-orang yang paling utama dalam Islam. Engkau telah mengatakan hal yang, sekiranya benar, engkau tidak memiliki kaitan dengan hal itu, tetapi apabila tidak demikian, maka cacatnya tak akan mempengaruhimu. Dan apakah hubunganmu dengan pertanyaan tentang siapa yang lebih baik dan siapa yang lebih buruk, siapa yang pemimpin dan siapa yang dipimpin? Apakah hubungan orang yang dibebaskan dan anak-anak lelaki mereka, dengan membedakan antara Muhajirin pertama dan menentukan kedudukan mereka atau membataskan pangkat mereka? Betapa sayangnya! Bunyi panah dihasilkan oleh bukan panah yang sesungguhnya, dan orang yang terhadapnya keputusan harus dijatuhkan sedang duduk mengadili. Hai, manusia, mengapa tidak engkau lihat kepincanganmu sendiri dan tetap dalam batas-batas itu, dan mengapa tidak kau sadari kekurangan ukuranmu lalu tinggal di belakang di mana nasib telah menempatkanmu? Engkau tak memiliki urusan dengan kekalahan orang yang dikalahkan atau kemenangan si pemenang.
Engkau sedang mengembara dalam kebingungan dan tersesat dari jalan yang benar. Tidakkah engkau menyadarinya? Saya tidak akan memberikan kepadamu suatu kabar: saya hanya mengingatkan karunia Allah, yakni bahwa sejumlah orang dari kalangan Muhajirin dan Anshar gugur sebagai syuhada' di jalan Allah Yang Mahatinggi, dan bahwa setiap orang dari mereka adalah utama (dalam hal itu); tetapi, ketika salah satu dari kami mendapatkan kematian syahid ia dinamakan penghulu para syuhada', dan Rasulullah (saw) memberikan kepadanya kehormatan khusus dengan mengucapkan tujuh puluh takbir dalam salat jenazahnya. Tidakkah engkau ketahui bahwa sejumlah orang kehilangan tangan mereka di jalan Allah, dan masing-masingnya adalah utama (dalam hal itu), tetapi ketika hal yang sama terjadi pada kami, ia diberi nama "yang terbang-terbang di surga"; dan "yang bersayap dua". Sekiranya Allah tidak melarang memuji diri, penulis akan menyebutkan banyak keutamaan yang sangat diketahui kaum mukmin dan yang telinga para pendengar tak ingin melupakannya.
Lebih baik tinggalkan mereka yang panahnya tak mengenai sasaran. Kami adalah penerima keutamaan langsung dari Tuhan kami, sementara orang-orang lain menerima karunia dari kami setelah itu. Walaupun kehormatan kami telah mapan sejak lama, dan keunggulan kami atas kaum Anda, kami tidak menjauh dari bercampur dengan kaummu dan mengawini serta dikawini (di antara kaummu) sebagai sesama, sekalipun engkau tidak sedemikian itu. Dan bagaimana engkau akan seperti itu bilamana di antara kami adalah Nabi, sementara di antaramu ialah penentangnya, di antara kami adalah Singa Allah, sementara di antara Anda adalah singa dari kelompok-kelompok yang menentang; di antara kami kedua penghulu pemuda surga,
[2] sedang di antaramu adalah anak-anak neraka; di antara kami adalah yang terpilih dari seluruh perempuan sedunia,
[3] sedang di antaramu adalah pemikul kayu bakar, dan lebih banyak lagi keutamaan di pihak kami dan kekurangan di pihakmu.
Islam kami terkenal dan (kebesaran kami dalam) masa pra-Islam pun tak tersangkal. Segala yang tertinggal telah disebutkan dalam kata-kata Allah Yang Mahasuci, Mahatinggi,
"... Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak di dalam Kitab Allah...." (QS. 33:6)
la Yang Mahatinggi juga mengatakan,
"Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi (Muhammad) ini serta orang-orang yang beriman, dan Allah adalah pelindung semua orang yang beriman." (QS. 3:68)
Maka, kami lebih unggul, pertama karena kekerabatan, dan kedua karena ketaatan. Ketika di Saqifah (Bani Sa'idah) Muhajirin mengajukan pokok kekerabatan dengan Rasulullah (saw) terhadap kaum Anshar, mereka menang atasnya. Apabila keberhasilan itu didasarkan pada kekerabatan, maka hak itu lebih merupakan hak kami ketimbang dirimu. Bila tidak demikian, maka pokok pendirian kaum Anshar berlaku.
Engkau berpikir bahwa saya cemburu akan setiap khalifah dan telah memberontak terhadap mereka. Sekalipun misalnya ini benar, itu bukan suatu pelanggaran terhadapmu dan oleh karena itu tak ada keterangan yang patut untukmu. "Ini urusan yang tak ada kesalahannya terhadapmu."
Engkau mengatakan bahwa saya telah diseret seperti seekor unta tercocok hidung untuk membaiat (kepada Abu Bakar di Saqifah). Demi Allah, engkau bermaksud mencerca saya, tetapi (malah) telah memuji saya; dan untuk menghina saya, tetapi engkau sendiri yang telah terhina. Apakah arti penghinaan bagi seorang Muslim yang menjadi mangsa penindasan selama ia tidak menunjukkan suatu keraguan dalam agamanya, tidak pula salah paham dalam kepercayaannya yang teguh! Argumen saya ini dimaksudkan untuk orang-orang lain, tetapi saya telah menyatakannya kepadamu hanya sejauh yang pantas.
Kemudian engkau telah mengingatkan posisi saya terhadap 'Utsman, dan dalam hal ini patutlah suatu jawaban bagimu, karena kekerabatanmu dengannya, maka (katakanlah kepada saya), siapa dari kita yang lebih memusuhi 'Utsman, dan siapa yang berbuat lebih banyak untuk menimbulkan pembunuhannya: atau, siapa yang menawarkan dukungan kepadanya tetapi tidak melaksanakan dan memenuhinya; atau, siapakah orang yang dimintainya pertolongan tetapi yang dengan sengaja menangguhkannya dan menyeret kematiannya ke dekatnya sehingga nasib itu menyusulnya? Tidak, tidak; demi Allah,
"Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya: 'Marilah kepada kami'. Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar." (QS. 33:88)
Saya tidak akan memberikan dalih saya karena menegurnya atas (beberapa dari) bidah-bidahnya, karena apabila nasihat baik dan petunjuk saya kepadanya adalah suatu dosa, maka sangat sering seseorang yang disalahkan (sebenamya) tidak berdosa, dan "kadang-kadang satu-satunya ganjaran yang dipetik seorang penasihat adalah kecurigaan".
[4]
"Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali." (QS. 11:88)
Engkau menyebutkan bahwa bagi saya dan para pengikut saya engkau hanya memiliki pedang. Ini bahkan membuat orang menangis pun tertawa. Pernahkah engkau melihat anak cucu 'Abdul Muththalib melarikan diri dari pertempuran, atau ditakut-takuti dengan pedang. "Tunggu sebentar hingga Hamal memasuki pertempuran".
[5] Tak lama lagi, orang yang sedang kau cari akan mencarimu, dan orang yang kau kira jauh akan mendekati mu. Saya (segera) bersicepat kepadamu dengan suatu pasukan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebajikan. Jumlah mereka akan besar dan debu mereka akan bertebaran di mana-mana. Mereka akan memakai kafan mereka, dan hasrat yang paling mereka dambakan ialah menemui Allah. Mereka akan disertai oleh para ketunman orang-orang yang turut serta dalam Pertempuran Badr, dan mereka akan mempunyai pedang-pedang Hasyinu yang irisannya telah Anda lihat dalam kasus saudaramu, paman (saudara ibu), kakekmu dan kerabat-kerabatmu.
"Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang lalim." (QS. 11:83) •
[1] Dalam surat ini, Amirul Mukminin as menjawab surat Mu'awiah yang dikirimkan kepadanya di Kufah melalui Abu Umamah Bahili, dan itu juga mengandung jawaban atas beberapa pokok yang ditulis Mu'awiah dalam surat yang telah dikirim melalui Abu Muslim Khaulani.
Dalam surat melalui Abu Umamah, Mu'awiah menyebut peristiwa pengutusan Nabi dan menulis secara demikian rupa seakan-akan hal itu tidak dikenal atau tidak dipahami oleh Amirul Mukminin, dan karenanya perlu diberitahu tentang hal itu. Ini seakan-akan seorang asing yang menggambar peta sebuah rumah sebagai petunjuk bagi penghuni rumah itu dan mengejutkan mereka tentang hal-hal yang telah mereka ketahui. Itulah sebabnya, maka Amirul Mukminin as menyerupakan dia sebagai orang yang membawa kurma ke Hajar yang terkenal karena kelimpahan kurmanya.
Ini sebuah peribahasa yang digunakan bilamana seseorang hendak mengatakan sesuatu kepada orang lain yang lebih mengetahuinya. Basis peribahasa ini ialah seseorang dari Hajar, sebuah kota di dekat Bahrain, pergi ke Bashrah untuk menjual dan membeli barang. Setelah menjual habis barangnya ia melihat-lihat di pasar untuk berbelanja dan tidak mendapatkan sesuatu yang lebih murah kecuali kurma. Karena itu ia memutuskan membeli kurma. Ketika ia tiba di Hajar dengan muatan kurmanya, karena melimpahnya dan murahnya harga kurma di sana, tak ada pilihan baginya selain menyimpan kurma itu dan baru akan menjualnya nanti bilamana harganya memadai. Namun harga kurma terus merosot sehingga semua kurma itu rusak; yang tertinggal hanya bijinya. Singkatnya, setelah merujuk Muhammad (saw) menjadi Nabi, Mu'awiah meriwayatkan lagi keutamaan ketiga khalifah pertama sesuai pandangannya, dengan menulis,
"Di antara para sahabat, yang paling utama dan yang bennartabat paling tinggi di mata kaum Muslim adalah khalifah pertama yang mengumpulkan seluruh kaum Muslim di bawah satu suara, menyingkirkan perpecahan mereka dan memerangi orang-orang yang meninggalkan Islam. Sesudah dia khalifah kedua yang beroleh kemenangan-kemenangan, mendirikan kota-kota dan merendahkan kaum kafir. Kemudian datang khalifah ketiga yang merupakan korban kelaliman. la menyiarkan agama dan menyebarkan kalimat Allah secara luas." (Syarh, Ibn Abil Hadîd, III, h. 448).
Maksud Mu'awiah di balik menyanyikan lagu tanpa bunyi ini ialah menyakiti perasaan Amirul Mukminin as dan menimbulkan kemarahannya supaya ia mengeluarkan kata-kata melalui lidah atau penanya yang mungkin sangat asam dalam melecehkan para khalifah itu agar ia (Mu'awiah) dapat menggunakannya untuk menghasut rakyat Suriah melawan Amirul Mukminin. Sebenamya ia telah menanamkan dalam pikiran rakyat itu bahwa Amirul Mukminin as telah menghasut rakyat menentang 'Utsnuin, membunuh Thalhah dan Zubair, memalingkan 'A'isyah dari rumahnya dan menumpahkan darah ribuan muslimin. Karena tak sadar akan fakta-fakta yang sesungguhnya, mereka yakin akan tuduhan-tuduhan palsu itu; namun, untuk memperkukuh front perlawanan, ia merasa bahwa sebaiknya ia membuat mereka percaya bahwa Anurul Mukminin as tidak mengakui prestasi ketiga khalifah itu dan mengandung permusuhan dan dengki kepada mereka. la hendah menunjukkan tulisan Amirul Mukminin as sebagai bukti, dan juga untuk menggunakannya membangkitkan rakyat 'Iraq, karena bagian besar dari mereka sangat terkesan oleh lingkungan yang diciptakan oleh para khalifah itu dan kebesaran mereka. Tetapi Amirul Mukminin as telah menebak maksudnya dan memberikan kepadanya jawaban sedemikian rupa yang mengikat lidahnya dan yang tak berani ia tunjukkan kepada siapa pun. Dengan demikian Amirul Mukminm as membeberkan kedudukannya yang rendah dengan merujuk permusuhannya terhadap Islam dan penerimaan Islamnya karena terpaksa, menasihatinya supaya tinggal dalam batas-batasnya, dan memperingatkannya supayajangan menetapkan tingkat-tingkat keutamaan di hadapan kaum Muhajuin yang bagaimanapun lebih tinggi dari dia sejauh bahwa mereka mendahuluinya dalam berhijrah. Sedangkan, karena Mu'awiah sendiri hanya salah seorang dari yang nyawanya diselamatkan di hari Pembebasan Makkah, ia sama sekali tak punya hubungan dengan kaum Muhajirin. Sebagai akibatnya, dalam hal yang sedang dibahas ini Amirul Mukininin as telah menempatkan kedudukan Mu'awiah sebagai panah palsu di antara panah yang sesungguhnya. Peribahasa ini digunakan apabila seseorang menyombongkan diri dengan menyebut orang-orang yang tak ada hubungannya dengan dia. Mengenai pernyataannya bahwa si Anu dan si Polan lebih besar dalam keutamaan, Aminil Mukminin, dengan menggunakan kata "anda mengira", telah menunjukkan bahwa hal itu adalah pandangan pribadinya yang sama sekali tidak berhubungan dengan fakta, karena frasa itu digunakan bilamana suatu pernyataan tak benar atau palsu.
Setelah menolak klaim tentang yang paling utama itu, Amiml Mukminin as merujuk kepada sifat-sifat dan keutamaan Bani Hasyim yang menunjukkan tanpa ragu kedudukan dan prestasi mereka yang bertingkat tinggi. Orang-orang yang ikut serta berjihad bersama Nabi dan beroleh kematian syahid mencapai kedudukan yang sangat tinggi, tetapi keutamaan Hamzah karena perjuangannya yang mulia tidak didapat oleh siapa pun selainnya. Nabi menyebutnya dengan gelar "sayyid (penghulu) para syuhada" dan melakukan salat jenazahnya empat belas kali sehingga jumlah takbirnya menjadi tujuh puluh takbir. Demikian pula, dalam berbagai pertempuran, tangan-tangan para pejuang terputus. Misalnya, dalam Pertempuran Badr tangan Hubaib ibn Isaf al-Anshari dan Mu'adz ibn Jabal, dan dalam Pertempuran Uhud tangan 'Amr ibn al-Jamuh as-Salami dan 'Ubaid ('Atik) ibn Tayyihan (saudara Abul Haitsam al-Tayyihan) terputus, tetapi ketika di Pertempuran Mu'tah tangan Ja'far ibn Abi Thalib terputus, Nabi (saw) menjelaskannya dengan menamakannya "yang terbang di surga" dan "yang bersayap dua". Setelah menyebutkan prestasi-prestasi yang khas dari Bani Hasyim, Amirul Mukminin as merujuk kepada prestasinya sendiri yang penuh dalam sejarah dan hadis dan yang tak dapat dinodai dengan keraguan dan salah paham. Para ahli hadis mengatakan bahwa,
"Jumlah hadis yang telah diriwayatkan melalui sumber-sumber terpercaya mengenai 'Ali ibn Abi Thalib, tidak diriwayatkan tentang seorang sahabat Nabi lainnya." (al-Mustadrak, III, h. 107; al-Isti'db, III, h. 1115; Tabaqât al-Hanâbilah, I, h. 319; al-Kâmil, III, h. 339; Tahdzîb at-Tahzîb, VII, h. 339; Fath al-Bârî, VII, h. 57).
Suatu keutamaan penting dari keutamaan-keutamaan khas Ahlulbait ialah yang telah dirujuk Amirul Muknunin as dalam kata-kata, "Kami adalah penerima keutamaan langsung dari Allah sedang yang lain-lainnya menerima keutamaan dari kami. Inilah puncak keutamaan, sehingga bahkan kepribadian yang paling tinggi tak dapat mencapai ketinggiannya dan setiap keutamaan lainnya nampak kecil di hadapannya.
Dalam mengakui kebesaran dan keunggulan kalimat ini, Ibn Abil Hadîd menulis,
"Amirul Mukminin as bermaksud menyampaikan bahwa kami tidak berhutang budi terhadap siapa pun karena Allah telah mengaruniai segala berkat kepada kami secara langsung, tak ada perantara antara kami dan Allah Yang Mahasuci. Ini memang kedudukan yang sungguh tinggi. Makna lahiriahnya ialah apa yang ditunjukkan kata-kata itu, sedang pengertiannya yang se-sungguhnya ialah bahwa Ahlulbait adalah hamba-hamba Allah dan rakyat hamslah menjadi pengikut setia mereka." (Syarh Nahjul Balâghah, Ibn Abil Hadid,III,h.451).
Nah, karena orang-orang ini adalah penerima pertama berkat Allah dan sumber-sumber berkat bagi orang-orang lainnya, tak ada orang yang dapat diperbandingkan dengan mereka, dan tak seorang pun dapat dipandang sama dengan mereka atas dasar hubungan sosial dengan mereka; jauh lebih sedikit lagi daripada para individu yang berhubungan langsung dengan pencapaian dan keutamaan orang-orang ini, yang dahulu biasa menentang kebenaran dan hak pada setiap kesempatan. Amirul Mukminin as meletakkan kedua sisi gambar itu di hadapan Mu'awiah seraya mengatakan,
"Nabi berasal dari (kalangan) kami sementara ayah Anda Abu Sufyan adalah pelopor dalam menentang beliau. Hamzah berasal dari pihak kami dan Nabi memberikannya gelar "Singa Allah", sementara kakek Anda dari sisi ibu, 'Utbah ibn Rabi'ah merasa bangga sebagai "singa para penyumpah" (terhadap Nabi).
Ketika dalam Pertempuran Badr Hamzah dan 'Utbah ibn Rabi'ah saling berhadapan, Hamzah berkata, "Saya Hamzah ibn 'Abdul Muththalib. Saya Singa Allah dan Singa Nabi-Nya." Atasnya 'Utbah berkata, "Saya singa para penyumpah (terhadap Nabi)." Dalam suatu versi lain digunakan kata "Asadul Ahlaf, yang berarti "Singa pihak yang bersekutu". Riwayat tentang menyumpah itu berlatar belakang sejarah. Ketika Bant 'Abdu Manaf mendapatkan posisi keutamaan di kalangan suku-suku Arab, mereka berpikir akan mengambil alih dari Bani 'Abdud-Dar jabatan yang berhubungan dengan Ka'bah dan merebut jabatan-jabatan itu. Sehubungan dengan ini Bani 'Abdu Manaf menarik menjadi sekutu mereka suku Bam Azad ibn 'Abdul 'Uzza, Bani Taim, Bani Zuhrah dan Bani Harits, dan mengikat perjanjian dengan mereka. Untuk mengkhidmatkan persetujuan itu mereka mencelupkan tangan mereka dalam thib (wangi-wangian) dan bersumpah bahwa mereka akan saling membantu. Karena itu suku-suku itu disebut "Suku-suku partai suci yang disumpah". Di sisi lain, suku-suku Bant 'Abdud-Dar, Bam Makhzum, Bani Sahm dan Bani 'Adi juga bersumpah bahwa mereka akan melawan Baifi 'Abdu Manaf dan sekutunya. Suku-suku ini disebut para "sekutu". 'Utbah memandang dirinya sebagai kepala pihak yang bersekutu. Beberapa komentator berpendapat bahwa kata "Asadul Ahlaf berarti Abu Sufyan, karena ia telah membuat berbagai suku itu bersumpah melawan Nabi dalam Perang Ahzab, sedang oleh sebagian komentator dianggap berarti Asad ibn 'Abdul 'Uzzah, tetapi penafsiran ini tidak berbobot karena di sim Amirul Mukminin as berbicara kepada Mu'awiah, sedang interpretasi ini tidak mengenai Mu'awiah karena Bam 'Abdul Manaf adalah satu pihak pada persekutuan itu. Kemudian Amirul Mukminin as mengatakan bahwa di antara mereka terdapat para sayyid (penghulu) pemuda surga, yang merujuk ucapan Nabi, "Hasan dan Husain adalah para penghulu pemuda surga", sementara anak-anak muda dari pihak lainnya adalah penghuni neraka. Rujukan ini adalah kepada putra-putra 'Utbah ibn Mu’Alih, yang tentangnya Nabi telah berkata, "Bagi Anda dan putra-putra Anda adalah neraka." Kemudian Amirul Mukminin as mengatakan bahwa di antara mereka terdapat penghulu semua wanita sedunia, yakni Fathimah az-Zahra', sedang di pihak lain adalah pembawa kayu bakar yang merujuk kepada Umm Jamil, putri Harb, istri Abu Lahab, dalam kata-kata Al-Qur'an,
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergolak. Dan (begitu) pula istri-nya, pembawa kayu bakar. Yang di lehermnya ada tali dan sabut." (QS. 111:1-5)
[2] Diriwayatkan dari Amirul Mukminin ‘Ali, 'Umar ibn Khaththab, Hudzaifah ibn Yaman, Abu Sa'id al-Khudri, Abu Hurairah, dan lain-lain, bahwa Nabi (saw) bersabda,
Sesungguhnya Fathimah adalah sayyidah (penghulu) wanita surga, dan Hasan dan Husain adalah para sayyid (penghulu) pemuda surga. Tetapi ayah mereka ('Ali) lebih tinggi dari mereka. (al-Jâmi' ash-Shahih, at-Tirmidzi, V, 656,661; Ahmad ibn Hanbal, al-Musnad, III, h. 3, 62, 64, 82; V, h. 391, 392; Ibn Majah, as-Sunan, I, h. 56; al-Hakim, al-Mustadrak, III, h. 167; Majma' az-Zawâ'id, IX, h. 183, 184, 201; al-Muttaqi, Kanz al-'Ummal, XIII, h. 127; al-Istî’âb, IV, h. 1895; Usd al-Ghâbah, V, h. 574; Târîkh al-Baghdad, I, h. 140; VI, h. 372; X, h. 230; Ibn 'Asakir, Tarikh, VII, h. 365).
[3] Diriwayatkan dari 'Imran ibn al-Husain dan Abu Tsa'labah al-Khusyni, bahwa Nabi (saw) berkata kepada Fathimah,
"Wahai putriku, tidakkah Anda puas bahwa Anda adalah sayyidah dari wanita sedunia?" la berkata, "Wahai ayahku, lalu bagaimana tentang Maryam putri 'Imran?" Beliau menjawab, "la sayyidah wanita di zamannya, dan Anda sayyidah wanita di zaman Anda. Sesungguhnya, demi Allah, aku mengawinkan Anda dengan orang yang wali di dunia ini dan di akhirat. Tak ada yang membencinya selain orang-orang munafik." (Hilyah al-Auliyâ', II, h. 92; al-Isti'ab, IV, h. 275)
Juga 'A'isyah meriwayatkan bahwa Nabi (saw) mengatakan,
"Wahai Fathimah, tidakkah Anda akan puas menjadi sayyiduh dari wanita sedunia (atau) menjadi wanita tertinggi dari semua wanita dari ummah ini atau dari wanita mukmin?" (al-Bukhari, ash-Shahih, VIII, h. 79; Muslim, ash-Shahih, VII, h. 142-144; Ibn Majah, as-Sunan, I, h. 518; Ahmad ibn Hanbal, al-Musnud, VI, h. 282; al-Hakim, al-Mustadrak 'alu ash-Shuhihain, III, h. 156)
[4] Artinya, orang yang pergi terlalu jauh dalam memberikan pendapat kepada orang lain dianggap mempunyai tujuan peribadi tertentu, walaupun nasihatnya mungkin berdasarkan keikhlasan dan tanpa pamrih. Kalimat ini digunakan sebagai peribahasa untuk hal semacam itu. Kuplet itu selengkapnya berbunyi sebagai berikut,
"Betapa sering nasihat baik kuberikan padamu, tetapi kadang-kadang hanyalah kecurigaan yang dituai si penasihat."
[5] Baris syair ini berasal dari Hamal ibn Badr. Lengkapnya berbunyi sebagai berikut,
“Tunggulah sebentar hingga Hamal memasuki pertempuran; betapa cantiknya maut bila datang."
Riwayat di baliknya ialah bahwa Malik ibn Zubair mengancam Hamal dengan pertarungan, dan sebagai jawabannya Hamal membaca kuplet itu lalu menyerang Malik dan membunuhnya, Ketika saudara Malik melihat hal ini ia membunuh Hamal dan saudaranya Hudzaifah sebagai pembalasan dendam; ia menggambarkan hal ini dalam kuplet berikut,
"Aku mendamaikan hatiku dengan membunuh Hamal ibn Badr, dan pedangku melipurku dengan membunuh Hudzaifah."
1 komentar:
Orang Syiah tidak sadar bahwa dirinya sendiri sedang beada didalam permainan orang2 Yahudi yg memang mau menghancurkan Islam. Fitnah2 keji kepada para sahabat dilakukan dengan kasar. Tanpa malu2 lagi taqiyah dilakukan untuk menutupi kebohongan2 menreka. Sahaatku, jangan terjebak kedalam pusaran fitnah 'anak cucu' Abdullah bin Saba' ini. Mereka hanyalah orang2 bodoh yang mau diadu domba musuh2 Islam. Mereka bahkan tidak tahu apa yg sedang mereka katakan.
Posting Komentar