27 Oktober 2008, kurang lebih pukul 20.00 Wib, Lahir lah kedunia seorang laki-laki dengan berat 3,2 Kg dan panjang 49cm.
Bagi orang tua pada umumnya kelahiran seorang anaknya adalah kebahagiaan yang sangat mengharukan. Apa lagi bila sempat menemani sang istri berjuang dalam persalinan.
Sebagai seorang manusia walaupun telah menjadi orang tua, saya masih merupakan anak bagi kedua orang tua saya yang saat ini alhamdulillah masih dalam keadaaan bugar dan sehat wal-alfiat.
Saat saya menemani Istri saya yang kelahiran kedua ini, istri saya harus berjuang keras dalam kesakitan. Maklum untuk kelahiran anak kami yang kedua ini, istri saya harus di induksi karena air ketuban telah pecah dari rahimnya sehingga sang bayi dirangsang untuk keluar dengan segera konsekuensi nya adalah istri saya harus merasakan kesakitan lebih luar biasa dari kelahiran normal biasa. Peristiwa ini sangatlah mengharukan, sebagai seorang anak, saya melihat seorang ibu berjuang bahkan harus siap meregang nyawa demi sebuah cinta kepada manusia dan kemanusiaan.
Saat proses persalinan, saya mondar-mandir masuk dan keluar kembali ke kamar persalinan dengan sesekali saya menghisap dalam rokok, kemudian masuk kembali ke kamar persalinan. Rasa gugup, khawatir, cemas, takut bercampur baur menjadi satu. Membuat kondisi saya semakin tegang.
Menyaksikan persalinan itu, saya hanya bisa merasakan sakit yang diderita oleh istri saya hanya dari rintihan dan jeritannya yang sesekali meninggi. Air matanya tumpah, sesekali menggebuki dan memegangi tangan ku sekuat tenaganya.
Dalam peristiwa itu saya hanya bisa memberikan dukungan moral untuknya agar tetap kuat berjuang dan berzikir memohon pertolongan Allah Swt untuk alasan kelanjutan sebuah generasi manusia.
Karena tidak kuat dan tidak tega mendengar rintihan istriku yang kian menjadi-jadi hingga energi nya pun kian terkuras saya minta mama saya untuk menggantikan saya didalam mendampingi istri saya menyudahi jihad tersebar seorang ibu.
Kesadaran kemanusiaan saya saat itu muncul bagaimana perjuangan seluruh ibu dimuka bumi, bahkan terkadang harus merelakan nyawa nya sendiri untuk ditukar dengan menyelamatkan nyawa bayi manusia.
Apa lagi saya adalah orang yang tidak begitu sukses untuk dikatakan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Bahkan bisa dikatakan gagal, yang mungkin selalu menyakiti dan menghancurkan perasaannya atas tingkah laku dan perilaku saya yang tidak begitu baik.
Yang saya bayangkan adalah mama saya yang sudah masuk usia lanjut sekarang ini, dalam bayangan saya yang terjadi pada istri saya tersebut sama persis perihnya dalam melahirkan saya ketika itu. Dalam pekikan, rintihan, kesakitan yang tiada tara yang hasilnya membuahkan anak yang kurang baik seperti saya.
Hal yang sama juga terjadi pada semua ibu di muka bumi ini. Hingga Ibu menjadi begitu mulia untuk disakiti dan dikecewakan.
Rasa terima kasih mungkin akan saya ucapkan kepada para Ibu diseluruh dunia. Wahai para Ibu , syahadah dijalan tuhan, pejuang kemanusiaan yang paling tinggi. Terimalah rasa hormat dan terima kasih saya kepadamu. Kau telah semaikan perjuangan yang tanpa tanding bagi bumi ini beranak-pinak dan kelanjutan generasi yang dinamakan manusia.
Dan untuk mama ku tercinta, kau adalah pahlawan keluarga yang paling tinggi, telah melahirkan 6 orang anak yang semuanya telah menjadi dewasa. Sekarang aku makin memahami dan mengerti bagaimana dan betapa mulianya dirimu. Bagaimana kesakitan yang kau derita hanya untuk memastikan diriku hidup didunia ini. Kau tempuh jalan berat bahkan mungkin lebih berat dari perang badar bahkan epik perang terhebat didunia ini.
Dan hormat dan cintaku padamu,..
Istriku, mama, ibu mertua, dan seluruh ibu di dunia ini. Tetaplah berjuang dalam menjadi syahid bagi perjuangan terbesar bagi kemanusiaan dalam melahirkan generasi dunia sehingga dunia dipenuhi dengan manusia yang baik. Hingga bumi ini akan semakin baik indah.
Hormat cinta ku untuk mu para Ibu di seluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar